Hari Raya Nyepi Siratkan Kedamaian Alam dalam Kesunyian Menuju Keseimbangan

- 19 Maret 2023, 21:40 WIB
Hari Raya Nyepi siratkan kedamaian alam dalam kesunyian menuju keseimbangan
Hari Raya Nyepi siratkan kedamaian alam dalam kesunyian menuju keseimbangan /Ringtimes Bali/I Gede Sarjana

RINGTIMES BALI - Pulau Bali dengan segala keunikan dan filosofi dalam kehidupan beragama menjadi daya tarik tersendiri selain terkenal dengan objek wisatanya.

Salah satu hari Raya Keagamaan yang ada di Pulau Bali yang penduduknya mayoritas beragama Hindu adalah Hari Raya Nyepi.

Perayaan Hari Raya Nyepi datang setiap satu tahun sekali yang secara Nasional telah menjadi hari libur Nasional Keagamaan di Indonesia.

Hari Raya Nyepi berasal dari kata Sepi yang berarti sunyi/Senyap, dimana saat ini umat Hindu melakukan perenungan dan introspeksi serta memanjatkan rasa syukur atas karunia Sang Pencipta.

Baca Juga: Jelang Hari Raya Nyepi, Ribuan Umat Hindu di Bali Padati Pantai Padang Galak Denpasar untuk Upacara Melasti

Dalam pelaksanaan Hari Raya Nyepi umat Hindu melaksanakan beberapa proses rangkaian upacara yang memiliki makna diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Melasti (Melis, Mekiyis), Rangkaian ini dilaksanakan umat Hindu secara umum dilakukan tiga atau dua hari sebelum Hari Raya Nyepi.

Dalam pelaksanaan melasti ini umat Hindu di masing-masing tempat yang ada melakukan upacara di laut maupun danau dengan membawa sarana upacara dan juga benda-benda sakral yang dipercaya sebagai perwujudan dewa-dewi yang memberi berkah umatnya.

Adapun makna Melasti ini dipercaya sebagai bentuk pembersihan diri, alam semesta dan semuanya yang ada dari kekotoran selama sekian lama.

Baca Juga: Unit Pelayanan PLN Bangli Siagakan Empat Regu saat Hari Raya Nyepi, Antisipasi Gangguan Listrik

2. Tawur Kesanga Dan Pengerupukan, rangkaian upacara ini dilakukan satu hari sebelum perayaan Hari Raya Nyepi.

Saat tawur kesanga ini umat Hindu melakukan kegiatan berupa menebar nasi tawur dan juga memukul alat yang menimbulkan suara dan bersorak di sekitar tempat masing-masing.

Hal ini menurut filosofi dan kepercayaan memiliki makna sebagai bentuk penyeimbangan dimana Bhuta Kala diberikan suguhan untuk selanjutnya diminta pergi dari sekitar tempat warga kembali pada tempatnya, agar tidak mengganggu kehidupan Umat manusia.

Pada saat ini juga dilaksanakan pengarakan ogoh-ogoh yang disimbolkan sebagai wujud Bhutakala dimulai pada perempatan (Catus Pata) Desa mengarah keliling Desa dan terkadang akhirnya dibakar.

Baca Juga: Jadwal Bioskop XXI di Bali Minggu, 19 Maret 2023, Lengkap dengan Harga Tiket dan Jam Tayang

Ini dimaknai sebagai bentuk menetralisir alam dari gangguan pengaruh buruk (bhuta kala) sehingga pada akhirnya semua bhuta Kala kembali ketempat alamnya.

3. Hari Raya Nyepi, rangkaian ini merupakan hari puncak pelaksanaan perayaan Hari Raya Nyepi, untuk di Tahun 2023 ini jatuh pada hari, Rabu 22 Maret 2023.

Pelaksanaan Hari Raya Nyepi dilakukan mulai pukul 06.00 Wita hingga 06.00 Wita  pada Kamis, 23 Maret 2023 (24 jam).

Dalam pelaksanaan Hari Raya Nyepi para Umat Hindu di Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu 4 pantangan yang wajib dilakukan dan ditaati.

Baca Juga: 12 Ogoh-ogoh Terbaik se-Kota Denpasar Tampil di Kasanga Festival

Dilansir dari Surat Edaran Parisada Hindu Dharma Indonesia tentang pelaksanaan Hari Raya Nyepi, Catur Brata Penyepian adalah sebuah ritual tahunan yang memiliki spirit kultural yang berisi 4 larangan.

Ritual ini harus dilakukan tanpa ada bunyi pengeras suara dan tidak menyalakan lampu pada waktu malam hari.

Namun ritual ini dikecualikan bagi yang sakit atau membutuhkan layanan untuk keselamatan dan hal-hal lain dengan alasan kemanusiaan.

Catur Brata Penyepian sendiri terdiri dari : 

- Amati Geni: Dilarang menyalakan api/lampu termasuk api nafsu yang mengandung makna pengendalian diri dari segala bentuk angkara murka.

Baca Juga: Gubernur Bali Akan Tindak Tegas WNA yang Ugal-ugalan di Jalan, Pastika: Setuju demi Pariwisata Berkualitas

-Amati Karya: Dilarang melakukan kegiatan fisik/kerja dan yang terpenting adalah melakukan aktivitas rohani untuk penyucian diri.

Amati Lelungan: Dilarang bepergian ke luar rumah, akan tetapi senantiasa introspeksi diri dengan memusatkan pikiran astiti bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi /Ista Dewata.

- Amati Lelanguan: Dilarang mengadakan hiburan/rekreasi yang bertujuan untuk bersenang-senang, melainkan tekun melatih batin untuk mencapai produktivitas rohani yang tinggi.

Sehingga saat perayaan Hari Raya Nyepi suasana benar-benar berbeda dari sebelumnya, deru bising, polusi udara, pemakaian internet hingga pesawat terbang dinonaktifkan.

Baca Juga: RSUD Bangli Tetap Siaga Beri Pelayanan Kesehatan saat Hari Raya Nyepi

Dalam hal pengawasan dilakukan oleh tokoh adat dan para pecalang yang merupakan keamanan desa yang ada di wilayah masing-masing desa di Bali.

4. Ngembak Geni, Pelaksanaan ngembak geni dilakukan sehari setelah hari Raya Nyepi, saat ini merupakan rangkaian terakhir dari pelaksanaan Hari Raya Nyepi sebagai penutup Catur Brata Penyepian.

Pada ritual ini, para masyarakat Hindu akan berucap syukur dan terima kasih pada Sang Hyang Widhi karena sudah memberikan limpahan berkah yang begitu luar biasa selepas melaksanakan prosesi Catur Brata Penyepian.

Masyarakat Hindu juga berdoa agar memperoleh kedamaian, keteguhan serta kesucian hati selama setahun ke depan.

Baca Juga: Ribuan Umat Hindu di Bali Ikuti Upacara Melasti Jelang Hari Raya Nyepi

Setelah itu, masyarakat Hindu akan melakukan ritual Lengsur Banten. Ritual ini berupa persembahan kepada Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Kuasa.

Adapun isi sesembahan tersebut yakni buah-buahan seperti jeruk, pisang, apel yang warnanya kekuningan, dan lain sebagainya.

Prosesi selanjutnya yakni Dharma Santi atau Sima Krama atau semacam silaturahim dengan mengunjungi kerabat, teman kerja, teman dekat, dan lain sebagainya untuk saling memberikan maaf atas berbagai kesalahan.

Kasi Urusan Agama Hindu pada Kantor Kementerian Agama Klungkung, Drs. I Wayan Ratnata saat dikonfirmasi RINGTIMES BALI menyampaikan semua pelaksanaan Hari Raya Nyepi bermakna untuk menyucikan alam beserta isinya dari kekotoran saat dilakukan pemelastian.

Baca Juga: Wisatawan yang Berkunjung ke Bali Harus Berkualitas, Dispar Bali: Sudah Tertuang dalam Peraturan Gubernur

Sementara saat tawur kesanga sebagai wujud penyeimbang alam semesta dengan menetralisir kekuatan alam, dengan tirtha (air suci) tawur untuk melebur malaning bumi agar tercapai keseimbangan Bhuana Alit dan Bhuana Agung (Alam semesta beserta isinya).

"Catur Brata Penyepian merupakan wujud pengendalian diri dari segala hawa nafsu duniawi sehingga tercipta keselarasan, keseimbangan, dan harmonisasi antara semua makhluk ciptaan Tuhan," jelasnya. ***

Cek berita lainnya dari Ringtimes Bali dengan KLIK DI SINI.

Editor: Jero Kadek Wahyu Baratha


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x