Makna Upacara Pangrupukan dan Ogoh-Ogoh Menjelang Hari Raya Nyepi

2 Maret 2022, 19:33 WIB
Berikut adalah makna Upacara Pangrupukan dan Ogoh-Ogoh menjelang Hari Raya Nyepi. /Instagram.com/@ogohogohbali

 

RINGTIMES BALI - Berikut adalah makna Upacara Pangrupukan dan ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi.

Makna Upacara Pangrupukan dan ogoh-ogoh sendiri tidak jauh dari Catur Brata Penyepian, yang dilakukan oleh umat Hindu.

Hari Raya Nyepi merupakan hari yang ditunggu oleh umat Hindu. Tahun ini, Hari Raya Nyepi sendiri jatuh pada tanggal 3 Maret 2022. Banyak serangkaian acara yang dilaksanakan salah satunya adalah Upacara Pangrupukan.

Baca Juga: Total 807 Warga Binaan Pemasyarakatan di Bali Dapatkan Remisi Hari Raya Nyepi

Sebagaimana dilansir dari artikel Fungsi dan Makna Ritual Nyepi di Bali oleh Dr. I Wayan Suwena, M.Hum, Antropologi, Ilmu Budaya, Universitas Udayana, upacara Pangrupukan ini memiliki beberapa sebutan diantaranya adalah tawur kesanga dan tawur agung.

Tawur Kesanga ini dilakukan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi tepat di bulan mati atau tilem. Upacara ini dilaksanakan pada waktu pergantian tahun menurut perhitungan Hindu Bali disebut upacara tawur agung kesanga, yakni upacara yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala

Oleh karena itu, upacara ini juga disebut mecaru. Adapun sesajen caru yang digunakan untuk tingkat desa adat dan rumah tangga berbeda.

Baca Juga: Perayaan Hari Raya Nyepi di Rumah vs Hotel, Mulai dari Listrik hingga Kenyamanan

Untuk tingkat desa adat sesajen caru yang digunakan adalah nasi sasah amancawarna atau brumbun sebanyak 9 tanding. Segehan agung dengan warna putih sebanyak 108 tanding, dagingnya olahan ayam brumbun dan tetabuhan serta api takep. Sesajen atau bebanten ini dihaturkan ke hadapan Sang Bhuta Kala.

Pelaksanaan upacara ini pada umumnya dilakukan di perempatan atau pertigaan jalan, karena tempat itu dipandang keramat dan tempat tinggal Bhuta Kala.

Waktu upacaranya dilakukan pada peralihan dari pagi hari ke siang hari, atau pada waktu sore hari ke malam hari. Karena, menurut kepercayaan umat Hindu, pada saat itu Bhuta Kala berkeliaran.

Baca Juga: Genki Sushi Kini Hadir di Bali Sebagai Restoran Pertamanya Cabang ke-32, Beri Experience Menarik

Sedangkan ditingkat rumah tangga, Caru itu dipersembahkan pada saat peralihan dari sore ke malam hari di halaman sanggah atau pemerajan bisa juga disebut tempat suci keluarga. Kemudian, mempersembahkan segehan agung atau pecaruan dan nasi sasah sebanyak 108 tanding di depan pintu rumah. Selesai itu anggota keluarga mebyakala, yaitu upacara pembersihan diri atau bhuana alit dari gangguan Bhuta Kala.

Selanjutnya dilakukan Pangrupukan yang bertujuan mengusir para Bhuta Kala dari pekarangan rumah. Alat perlengkapan yang digunakan adalah obor, kentungan, dan perlengkapan lainnya.

Cara Pangrupukan adalah obor dinyalakan dan kentungan dipukul-pukul sambil mengelilingi halaman rumah dan berputar ke kiri sebanyak lima kali ke arah mata angin, yang berarti menuju ke bawah, mengingat derajat Bhuta Kala itu lebih rendah dari manusia.

Baca Juga: Pemkab Tabanan Ajak Masyarakat Optimalkan Nyepi untuk Momentum Perenungan Diri

Ditingkat desa, Upacara Pangrupukan disertai dengan ogoh-ogoh yang diiringi bunyi-bunyian seperti gong baleganjur, kentungan, dan lain-lain.

Secara simbolis ogoh-ogoh merupakan sebuah manifestasi dari Bhuta Kala yang biasanya berwujud raksasa, dengan mata melotot, dan mulut menganga.

Nah itulah sekilas makna Upacara Pangrupukan dan ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi.***

Editor: Shofia Faridatuz Zahra

Tags

Terkini

Terpopuler