Mengungkap Dugaan Suap Perizinan di Mall Pelayanan Publik Banyuwangi

- 17 Juni 2020, 14:38 WIB
Warga berjalan keluar dari Mall Pelayanan Publik di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (2/5). Mall Pelayanan Publik merupakan kantor pelayanan terpadu satu pintu yang memudahkan masyarakat untuk mengurus segala keperluan seperti perizinan, kependudukan, Surat Ijin Mengemudi, dan sebagainya di satu tempat.*/
Warga berjalan keluar dari Mall Pelayanan Publik di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (2/5). Mall Pelayanan Publik merupakan kantor pelayanan terpadu satu pintu yang memudahkan masyarakat untuk mengurus segala keperluan seperti perizinan, kependudukan, Surat Ijin Mengemudi, dan sebagainya di satu tempat.*/ /ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/kye/18.

RINGTIMES BALI– Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur telah menjadi sorotan karena terlibat kasus dugaan suap perizinan.

Tiga orang pejabat teras Pemerintah Kabupaten Banyuwangi disebut kerap menerima uang suap dari pemohon perizinan di Banyuwangi.

Dugaan kasus suap yang mengarah ke tiga orang pejabat teras tersebut berinial U, M, dan T diungkap oleh Forum Banyuwangi Transparansi Anggaran (FBTA) pada Jumat (12/6/2020). Dalam rilisnya, FBTA membuka lima temuan yang mengarah ke praktik suap dan penyalahgunaan wewenang.

Baca Juga: Irfan Hakim Bangga Sang Anak Telah Lulus, Ditengah Pandemi Covid-19

Disebutkan, beberapa oknum pegawai DPMPTSP Banyuwangi kerap melakukan penekanan terhadap pihak-pihak yang mengajukan perizinan agar diberi konpensasi nilai uang tertentu.

Jika konpensasi yang mereka tawarkan tidak dipenuhi, FBTA menyatakan, DPMPTSP Banyuwangi diduga dengan sengaja menghambat proses perizinan yang diajukan.

Namun apabila tawaran konpensasi dipenuhi, FBTA menyebut proses perizinan akan berjalan lancar meski ada ketentuan-ketentuan yang dilanggar.

Baca Juga: Menristek Hargai Dukungan Swasta dan BUMN dalam Menanggulangi covid-19

Bahkan, beberapa oknum pegawai DPMPTSP Banyuwangi disebut sering melakukan pertemuan dengan pemohon perizinan untuk membicarakan ‘uang pelicin’ di rumah salah satu pejabat maupun ditempat lain.

Selain pertemuan langsung, modus lain yang diduga dilakukan oleh salah satu oknum pegawai DPMPTSP adalah dengan menghubungi pemohon perizinan melalui sambungan telepon untuk meminta ‘uang pelicin’.

Yang paling mencengangkan, FBTA mengklaim memiliki bukti rekaman percakapan melalui sambungan telepon dan pesan singkat antara oknum pegawai DPMPTSP Banyuwangi dengan para pemberi suap.

Baca Juga: Rian Ernest Jubir PSI Ungkap Keanehan Tuntutan Jaksa Kasus Novel

Bahkan, FBTA mengklaim memiliki bukti transfer dengan nilai jutaan rupiah yang dikirim ke rekening bank salah satu pejabat Pemkab Banyuwangi yang dilengkapi dengan bukti-bukti percakapan permintaan uang.

Selain itu, FBTA menyebut ada oknum pegawai DPMPTSP diduga kerap melakukan ‘pengamanan reklame tak berizin’ dengan modus meminta uang ‘pengamanan’.

Dikonfirmasi terkait munculnya dugaan kasus suap perizinan, Kepala DPMPTSP Banyuwangi, Wawan Yatmadi tidak dapat dihubungi.

Baca Juga: Pengusaha Rumah Makan Ternama, Dijuluki Presiden Poligami Indonesia

Telepon dan pesan singkat melalui nomor Whatsapp tidak ditanggapi.

Namun demikian, Ringtimes Banyuwangi (Pikiran Rakyat Media Network) berhasil mewawancarai Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan selaku Plt. Kepala Bidang Pelayanan Penanaman Modal DPMPTSP Banyuwangi, Medi Sugiarto pada Senin (15/6/2020).

Medi Sugiarto secara tegas membantah seluruh tuduhan yang dilayangkan FBTA. Justru DPMPTSP Banyuwangi saat ini tengah mencoba memperbaiki sistem pelayanan.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Nyamuk Sering Menghisap Golongan Darah O

Aksi unjuk rasa di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (PUCKPP) Kabupaten Banyuwangi yang rencananya akan digelar pada Rabu (17/6/2020) ditunda.

Alasan penundaan dikarenakan Kabupaten Banyuwangi tengah menghadapi pandemik Covid-19 dan mematuhi maklumat Kapolri.

Sekretaris Forum Masyarakat Peduli Pembangunan (Formatlibang), Indra Hosy menyatakan, banyak pihak yang menyarankan agar aksi unjuk rasa tersebut ditunda hingga masa pandemik Covid-19 berakhir.

Baca Juga: Helmy Akui Jadi Komisaris 4 Perusahaan Usai di Copot dari Dirut TVRI

Setelah kami pertimbangkan, ada kepentingan bangsa yang lebih besar, yakni mencegah penularan Covid-19. Kami dapat banyak masukan, terutama dari aparat keamanan dan Bakesbangpol,” ungkap Hosy pada Rabu sore.

Sementara itu, LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Banyuwangi yang sejatinya akan menggelar aksi yang sama juga menyatakan menunda aksi unjuk rasa.

Iya, kami sepakat untuk menunda (unjuk rasa). Pertimbangannya juga karena Covid-19,” ungkap Ketua LSM GMBI Distrik Banyuwangi, Subandi.

Baca Juga: Tak Yakin, Novel Meminta Bebaskan Saja Pelaku Penyiraman Air Keras

Terkait persoalan dugaan markup dan kongkalikong proyek MCK dan Komunal di Desa Gintangan, Formatlibang dan LSM GMBI telah menerima paparan dari Dinas PUCKPP Banyuwangi terkait hasil pemeriksaan.

Danang menyampaikan telah turun langsung ke lokasi proyek dan memerintahkan untuk mengganti barang-barang yang tidak sesuai RAB. Dan setelah kita cek memang benar telah diganti,” ungkap Hosy.

Hosy menambahkan, titik persoalan proyek tersebut yakni kelompok swadaya masyarakat (KSM) Agung Wilis tidak melaksanakan pekerjaan sesuai ketentuan.

Baca Juga: Bersama Rumah Konseling Kupas Tuntas Psikologi Seksual & Reproduksi

DPUCKPP menyampaikan bendahara KSM Agung Wilis, Abdurrohman adalah orang yang mengerjakan dan harus bertanggung jawab atas kesalahan pekerjaan,” pungkasnya.

Program Belajar di Rumah TVRI besutan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI akan menayangkan film Istirahatlah Kata-kata yang menceritakan tentang aktivis demokrasi sekaligus penyair Wiji Thukul.

Dilansir dari situs resmi Kemdikbud RI, Film Istirahatlah Kata-kata akan tayang pada Selasa (16/6/2020) Pukul 21.30 WIB.
Film yang diproduksi pada tahun 2017 itu disutradarai oleh Yosep Anggi Noen yang menceritakan aktivitas Wiji Thukul menjelang hilang.

Baca Juga: Jaksa Punya Alasan Tersendiri Terkait Tuntutan Kasus Novel Baswedan

Dilansir dari kontras.org, Pada tanggal 24 Maret 2000 Kontras telah menerima laporan dari keluarga korban Wiji Thukul atau hilangnya aktivis sekaligus penyair Wiji Thukul.
Hari-hari sebelum Fitri bulan Februari 1998. informasi terakhir sekitar bulan April-Maret 1998, Wiji Thukul sempat bertemu temannya tetapi sejak saat itu hingga sekarang (selama 2 tahun ini), Wiji Thukul hilang.

Hilangnya Wiji Thukul pada sekitar Maret 1998 diduga kuat berkaitan dengan aktivitas yang dilakukkan oleh yang bersangkutan.
Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru.

Operasi pembersihan tersebut hampir merata dilakukan diseluruh wilayah Indonesia. Kontras mencatat dalam berbagai operasi, rezim Orde Baru juga melakukan penculikan terhadap para aktivis (22 orang) yang hingga saat ini 13 orang belum kembali.

Baca Juga: Minggu Ini Jerman dan Jepang Akan Luncurkan APL Pelacakan Covid-19

Wiji Thukul lahir tanggal 23 Agustus 1963 di Solo. Aktif berkesian mulai sejak SMP ketika bergabung dengan Sanggar Teater Jagat.
Lulus dari SMP, Thukul melanjutkan studi di SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia ) meski hanya sampai kelas II. Disamping aktif berteater, Thukul juga menuli puisi.

Puisinya pernah dibacakan di Radio PTPN Solo, dimuat di Muiara, NOVA, Swadesi, Inside Indonesia dan Suara Merdeka.
Pergumulannya dengan kesenian kerakyatan semakin mendalam ketika mulai mengembangkan aktivitas kesenian di kampung bersama teman-temannya yang kebanyakan kaum buruh.
Dia mulai membaca puisi bukan hanya digedung-gedung kesenian atau kampus, namun juga di bis kota , kampung bahkan di aksi-aksi massa .

Kumpulan puisi yang sempat diterbitkan alah "Darman" dan "Mencari Tanah Lapang". Karya puisinya yang terkenal adalah yang berjudul "Peringatan" yang pada akhir bait puisi berteriak : "hanya ada satu kata: Lawan!"

Sebagai seniman yang dibesarkan di kampung, Thukul bersama kawan-kawannya mebangun kolektif kesenian kampung yang bernama "Sanggar Suka Banjir".

Dari sini pula Thukul mulai terlibat dalam aksi-aksi melawan ketidakadilan dan penindasan. Represi aparat mulai dirasakan ketika Thukul bersama rakyat di kampungnya memprotes pencemaran pabrik tekstil PT. Sari Warna Asli.
Dalam aksi ini Thukul sempat ditangkap dan dijemur oleh aparat Polresta Surakarta. Namun tepresi ini tak menyurutkan langkahnya.
Thukul kemudian bergabung dalam Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKKER) yang aktif dalam aksi-aksi buruh. Dalam aktivitas inipun Thukul tak luput dari represi aparat.
Dalam aksi buruh PT. Sritex bulan Desember 1995, Tukul dianiaya oleh aparat hinga salah satu matanya cidera hampir buta.

Baca Juga: Mentimun Bisa Beri Manfaat Bagi Kesehatan, Yuk Simak Ulasannya

Ratusan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) akan mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan Permukiman (DPUCKPP) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Rabu (17/6/2020).

Maksud kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan aksi unjuk rasa terkait dugaan kasus markup dan kongkalikong pelaksanaan proyek MCK dan Komunal senilai Rp 900 Juta di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari.

Ketua LSM GMBI Distrik Banyuwangi, Subandi, menyatakan, warga Desa Gintangan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Pembangunan (Formatlibang) telah berkirim surat untuk meminta bantuan pendampingan terkait dugaan kasus korupsi di desanya.

Gerakan ini adalah untuk membantu dan mengawal peran serta masyarakat dalam upaya mencegah dan memberantas praktik-praktik korupsi,” jelas Subandi, Senin malam (15/6/2020).

Subandi mencermati, Rakyat Gintangan perlu didampingi agar hak-hak menyampaikan pendapat bisa tersalurkan karena dilindungi undang-undang.

Kami khawatir muncul intimidasi-intimidasi dan pembungkaman suara rakyat, sehingga kehadiran kami mendampingi warga Gintangan murni untuk melindungi hak-hak rakyat,” paparnya.

Baca Juga: Seorang Gadis Tewas Terlindas Truk Gandeng Karena Hilang Kendali

Terkait dugaan kasus markup dan kongkalikong proyek MCK dan Komunal di Desa Gintangan, LSM GMBI mengapresiasi keberanian rakyat Gintangan untuk mengadukan ke Dinas PUCKPP Banyuwangi.

Ini harus ditiru oleh rakyat desa yang lain. Jangan takut untuk melapor jika ditemukan dugaan-dugaan korupsi,” tegasnya.

Apalagi, lanjutnya, dalam proyek MCK dan Komunal di Desa Gintangan tersebut terindikasi kuat ada pihak-pihak yang sengaja mengurangi kualitas pekerjaan.

Kami menemukan bukti kuat adanya unsur dugaan korupsi dalam proyek itu. Nyatanya baru-baru ini beberapa barang yang sudah dipasang dibongkar dan diganti dengan bahan lain yang kualitasnya lebih baik,” paparnya.

Penggantian barang-barang itu menunjukkan indikasi ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan hingga pengawasan.

Jika memang Dinas PUCKPP yang bertugas melakukan pendampingan dan pengawasan dalam proyek tersebut, tapi membiarkan ada kesalahan-kesalahan, maka indikasi dugaan praktik kongkalikong bisa dikatakan benar,” pungkasnya.

 

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x