"Dendanya bukan lima juta rupiah, tapi pihak laki dua juta empat ratus rt ibu rupiah dan pihak perempuan dua juta empat ratus ribu rupiah. Proses perceraian di adat memang harus lanjut ke pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum," tuturnya.
Terkait iuran bagi warga pendatang yang memiliki dan menjalankan usaha di wilayahnya, dia membenatkan. Namun besaran iuran tidak dipatok atau disesuaikan dengan kondisi usaha. Kebijakan ini berdasarkan pesuara (musyawarah mufakat) krama desa.
"Kebijakan itu sejak tahun 2017. Awalnya karena desa pakraman melaksanakan pembangunan Pura, semua pihak telah sepakat," imbuhnya.
Baca Juga: KPPAD Dorong Polisi Segera Proses Pelaporan Kasus Anak
Desa pakraman menurutnya tidak mematok besar iuran atau jumlah tidak wajib, melainkan disesuaikan dengan kondisi usaha dan berdasarkan kesanggupan pihak pengusaha. Contohnya dari target Rp 25 juta per tahun, realisasinya hanya Rp 15 juta pertahun.
"Untuk tahun ini karena masa covid 19, kami tidak munggut. Kami melangkah sesuai dengan ketentuan. Kami tidak berani sembarangan atau gegabah karena nanti bisa berpotensi hukum," tutupnya. ***