Sempat Nyaris Punah, Populasi Jalak Bali Kini Mulai Meningkat

17 Desember 2020, 09:50 WIB
Sempat Nyaris Punah, Populasi Jalak Bali Kini Mulai Meningkat. /Pixabay/Vinson Tan

RINGTIMES BALI – Pulau Bali tak hanya dikenal dengan keindahan pulau dan keberagaman budayanya saja, tapi ia juga merupakan tempaat tinggal bagi spesies endemik yakni Jalak Bali.

Burung Jalak Bali mempunyai nama latin Leucopsar rothschildi yang memiliki kemerduan kicauan dan bentuk tubuh yang menawan.

Masyarakat lokal mengenalnya dengan sebutan curik putih atau curik Bali dan burung ini telah menjadi maskot Pulau Bali sejak tahun 1991.

Baca Juga: Ramai Wisatawan Reschedule Jadwal karena Harus Test PCR, Ini Jawaban Gubernur Bali Wayan Koster

Dilansir Ringtimesbali.com dari indonesia.go.id, ahli satwa asal Inggris, Dr. Walter Rothschild adalah orang yang pertama menemukan burung ini pada 1910.

Dua tahun kemudian Dr. Walter Rothschild mempublikasikan hasil temuannya dalam jurnal ilmiah. Sejak saat itu Jalak Bali dienal oleh masyarakat dunia.

Saat itu di alam liar populasi burung yang memiliki ciri surai atau jambul kepala putih indah ini jumlahnya sekira 500 hingga 900 ekor.

Baca Juga: Uji Vaksin Sinovac Banyak Disorot Masyarakat, Begini Tanggapan BPOM

Persebaran paling banyak ada di kawasan Bubunan-Buleleng hingga ke daerah Gilimanuk yang berada di Bali bagian barat, dekat dengan dengan Pulau Jawa.

Burung berwarna bulu dominan putih dengan corak hitam pada sayap dan ekor ini memiliki habitat asli yang terbatas.

Burung seberat 107 gram ini hanya ditemui di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), tepatnya di wilayah Semenanjung Tanjung Gelap Pahlengkong dan Prapat Agung.

Baca Juga: Cara Cek Daftar Penerima Bantuan BLT UMKM Rp2,4 Juta Tahap 2, Buka Link Ini

Di habitatnya, satwa berukuran panjang tubuh 21-25 sentimeter cm ini menyukai tipe ekosistem berupa hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, hutan sabana, dan hutan musim dataran rendah.

Jalak dengan corak bulu kaki abu-abu ini hidup di kawasan dengan ketinggian 210 hingga 1.144 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Hampir Punah

Burung yang pernah menjadi gambar pada keping uang logam 200 rupiah terbitan 2008 itu memasuki masa suramnya pada 1970.

Baca Juga: Punya Sifat Anti-Kanker, Daun Pepaya Bermanfaat Bagi Jantung dan Hati

Saat itu sebuah sensus yang diadakan pemerintah menunjukkan populasinya hanya tinggal 112 ekor saja di alam liar.

Angka itu semakin memprihatinkan ketika pada 2005-2006 diketahui hanya terdapat enam ekor saja yang bertahan hidup di kawasan TNBB.

Masifnya perburuan liar disebabkan tingginya permintaan untuk dijadikan koleksi diikuti melambungnya harga satwa tersebut di pasaran domestik dan internasional menjadi penyebab utamanya.

Baca Juga: Tidak Terdaftar di eform BRI, Cukup Lakukan Ini untuk Dapat Bantuan BLT BPUM UMKM Rp2,4 Juta

Selain itu deforestasi di habitatnya dengan tujuan alih fungsi lahan sebagai permukiman dan kawasan komersial ikut faktor kepunahannya.

Pada 2005, dari catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali, ruang hunian sebagai habitat burung bermata cokelat tua dengan kelopak biru ini hanya tersisa 1.000 hektare.

Padahal, sebelum tahun 1970 ruang hunian burung dengan ujung paruh kuning kecokelatan ini masih sekitar 300.000 hektare, terbentang dari pesisir selatan hingga utara Bali. 

Baca Juga: Punya Sifat Anti-Kanker, Daun Pepaya Bermanfaat Bagi Jantung dan Hati

Tanda peringatan bahaya bagi kepunahannya pun mencuat. Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan perlindungan satwa liar melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970.

Perlindungan hukum lain juga terdapat pada Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali.

Pada peraturan terdapat larangan perdagangan satwa kecuali hasil dari penangkaran generasi ketiga atau bukan berasal dari indukan burung alam.

Baca Juga: Emosi dan Ekonomi Mulai Stabil, Cek Ramalannya Apakah Zodiakmu Salah Satunya

Dua lembaga konservasi internasional, Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES) dan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) bersepakat menyatakan bahwa burung endemik Bali ini wajib dilindungi.

IUCN dalam Red Data Book mereka telah mengelompokkan jalak bali sebagai satwa dengan status Kritis (Critically Endagered).

Sedangkan CITES memasukkan Jalak Bali dalam kategori Appendix I. Ini artinya Jalak Bali tidak boleh ditangkap serta diperdagangkan karena terancam punah.

Status tersebut memiliki arti bahwa ada risiko besar yang dialami terhadap kepunahannya dalam waktu dekat di alam liar.***

Editor: Dian Effendi

Sumber: indonesia.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler