Peringati Hari Perempuan Internasional, FSPM Gelar Unjuk Rasa Tolak Perppu Cipta Kerja di Kantor DPRD Bali

- 8 Maret 2023, 12:19 WIB
Ratusan Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) menggelar aksi damai menuntut penolakan PERPPU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Bali pada Rabu, 8 Maret 2023.
Ratusan Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) menggelar aksi damai menuntut penolakan PERPPU Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Bali pada Rabu, 8 Maret 2023. /Ringtimes Bali/ I Made Bayu Tjahyaputra

RINGTIMES BALI - Sejumlah massa dari Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) menggelar aksi damainya di depan Kantor DPRD Provinsi Bali pada Rabu, 8 Maret 2023.

Diperkirakan 200 orang tergabung dalam aksi itu dan berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar sekira  pukul 9.00 Wita.

Massa kemudian bergerak ke depan monumen Bajra Sandhi menuju Kantor DPRD Provinsi Bali.

Untuk diketahui, FSPM adalah organisasi buruh/pekerja yang merupakan gabungan dari serikat-serikat pekerja di tingkat perusahaan maupun di luar perusahaan di sektor perhotelan, restauran, plaza, apartemen, retail, catering dan industri terkait pariwisata lainnya.

Baca Juga: Langkah Mudah Membuat Sabun Mandi Batang dengan Bahan Murah Meriah

Koordinator Aksi Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana dalam orasinya menyebut peringatan International Women's Day 2023 adalah sebuah momentum untuk mengingatkan dunia bahwa perempuan harus mendapat perlakuan sama dengan pekerja laki-laki.

"Pekerja perempuan di lingkungan tempat kerjanya seringkali mendapatkan perlakuan tidak adil, bahkan cenderung diskriminatif, seperti contoh adalah hak atas cuti haid," ujar Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana yang juga merupakan Sekretaris FSPM regional Bali.

Namun, menurutnya, praktik di lapangan menjadi bertolak belakang. Para pekerja perempuan yang ingin mengambil cuti haid justru harus melampirkan surat keterangan sakit dari dokter, sedangkan haid adalah siklus bulanan, bukan sakit ataupun penyakit.

Pada akhirnya perempuan harus tetap bekerja meskipun merasakan sakit pada masa haid. Hal itu tentu memengaruhi kinerja dan produktivitas pekerja perempuan.

Baca Juga: Bupati Bangli Temui Menko Luhut, Usul Program Pengembagan Kintamani

Dalam orasinya, Dewa Made juga menyinggung soal cuti melahirkan. Dia menilai masih banyak perusahaan yang mengurangi hak atas upah dan uang jasa pelayanan, termasuk jaminan atas keamanan bagi pekerja perempuan.

"Perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 hingga 7.00, serta jam kerja dari pukul 23.00 sampai pukul 5.00 masih banyak yang tidak menyediakan fasilitas antar-jemput bagi pekerja perempuan," ucap Dewa Made.

Selain itu, FSPM juga menyampaikan keprihatinan tentang praktik-praktik penyelenggaraan negara yang semakin mengalami kemunduran.

Baca Juga: Kembangkan Danau Batur, Bupati Sedana Arta Temui Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan

Hal tersebut teramati dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan alasan karena kegentingan yang memaksa akibat geopolitik dan ketidakpastian hukum bagi investor.

Perppu Cipta Kerja yang isinya dinilai tidak jauh berbeda dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dianggap mempermudah alasan PHK dan mempermurah pesangon PHK. Hal ini akan mengancam kehidupan buruh di Indonesia, khususnya di Bali.

"Pasca lahirnya UU Cipta Kerja dan turunannya yang kemudian dihapus dengan dengan Perppu Cipta Kerja justru meningkatkan jumlah pekerja kontrak, alih daya (outsource), pekerja harian lepas (daily worker) dan pekerja magang, serta eksploitasi anak-anak dalam peaktek kerja lapangan (PKL)," kata Dewa Made.

Baca Juga: Hari Perempuan Internasional 2023: Kampanye Kesetaraan Bukan Hanya Memberi Ruang yang Sama

Dalam aksi damai itu, pihak DPRD Bali masih bungkam dan tak mau menemui massa yang berorasi.

Massa kemudian membubarkan diri dan kembali berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon.

Adapun permintaan FSPM kepada DPRD Bali yakni menyampaikan aspirasi buruh di Bali agar presiden segera mencabut Perppu Cipta Kerja.

Kemudian mendorong DPR RI menolak Perppu Cipta Kerja yang telah diterbitkan oleh Presiden RI agar DPRD Bali segera membentuk panitia khusus dan membuat Perda tentang PKWT. 

Tak hanya itu, isu lain yang juga disinggung dalam aksi unjuk rasa tersebut adalah soal desakan meningkatkan peran pengawas ketenagakerjaan agar tidak ada perusahaan-perusahaan di Bali yang menjalankan usahanya dengan cara-cara tidak manusiawi.***

Editor: Yunita Amelia Rahma


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah