Begini Kondisi Swiss di Tengah Perang Ukraina dan Rusia

13 Maret 2023, 19:17 WIB
Ukraina dan Rusia, Dilema bagi Swiss /Abdul Munim/

RINGTIMES BALI - Di Eropa Timur, Ukraina tengah memanas. Lebih jauh ke barat, ibu kota Eropa bergulat dengan tatanan baru di mana perang tidak lagi menjadi hal yang teoritis. Swiss sedang dilema.Namun, jauh di jantung benua ini, orang Swiss sedang gelisah dengan cita-cita yang lebih tinggi.

Di ibukota Swiss, yang terletak di bawah pegunungan yang tertutup salju, di dalam ruang parlemen yang terbuat dari kaca patri dan kayu yang dipoles.Perdebatan terjadi mengenai warisan kenetralan yang dibanggakan oleh negara ini, dan apa arti kenetralan di era perang baru bagi Eropa.

Swiss ternyata memiliki industri senjata tercanggih, memproduksi amunisi yang sangat dibutuhkan untuk beberapa senjata yang dipasok ke Eropa. Khususnya ke Ukraina, serta beberapa tank tempur utama Leopard 2.

Namun, Swiss merilus aturan ketat mengenai kemana semua senjata tersebut dapat dikirim, yaitu sebuah undang-undang, yang kini menjadi bahan perdebatan sengit.Undang-undang ini melarang negara mana pun yang membeli senjata Swiss untuk mengirimnya ke pihak yang sedang berkonflik, seperti Ukraina.

Baca Juga: Jadi Pelatih Tenis, Bule asal Rusia Dideportasi

Perang ini menguji toleransi Swiss untuk berdiri di pintu negosiasi antar negara dan menempatkan negara ini dalam ikatan kepentingan berbasis simbiosis mutualisme. Produsen senjata di Swiss mengatakan bahwa ketidakmampuan mereka untuk mengekspor sekarang, dapat membuat mereka tidak bisa menjaga hubungan dengan pelanggan Barat.

Negara-negara tetangga Eropa menarik Swiss ke satu arah, sementara tradisi netralitas Swuss menarik ke arah lain.

"Menjadi negara netral yang mengekspor senjata adalah hal yang membawa Swiss ke dalam situasi ini," kata Oliver Diggelmann, seorang profesor hukum internasional di Universitas Zurich.

"Swiss ingin mengekspor senjata untuk murni  berbisnis. Mereka ingin menegaskan kontrol atas semua senjata itu. Dan juga ingin menjadi orang baik. Di sinilah Swiss dilema dan terjatuh sekarang," terang Oliver.

Baca Juga: Kemenkumham Bali Deportasi Turis asal Nigeria dan Rusia

Swiss telah berhasil mempertahankan netralitas selama berabad-abad dan melewati dua perang dunia. Ini adalah sejarah gemilang yang didukung oleh 90 persen dari 8,7 juta penduduknya. Swiss sangat menjunjung tinggi hal tersebut sebagai cita-cita nasional. Swiss bahkan maju  sebagai tuan rumah Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Palang Merah di Jenewa.

Swiss melihat diri mereka sebagai penjaga perdamaian dan kemanusiaan HAM di dunia. Namun, negara-negara Barat saat ini melihat keraguan Swiss, baik dalam hal ekspor senjata  maupun sanksi terhadap Rusia.

Menurut para diplomat Barat, Swiss kurang menjaga idealis sebagai motivasi,  dibandingkan dengan sikap bisnis. Swiss, yang bank-banknya terkenal dengan kerahasiaannya dan sering dituduh melakukan pencucian uang untuk kelas oligarki dunia, masih menjadi pusat kekayaan luar negeri terbesar di dunia.

Jumlahnya mencapai seperempat dari total global, dan tidak diragukan lagi melayani banyak oligarki Rusia yang bersekutu dengan Presiden Vladimir V. Putin.

Baca Juga: Fakta Sungai Aare di Swiss, Lokasi Hilangnya Anaknya Ridwan Kamil Emmeril Khan Mumtadz

Seorang pejabat senior Barat, mengatakan bahwa status quo membuat para diplomat Barat merasa bahwa Swiss mengejar status netralitas berbasis keuntungan. Berbulan-bulan saling meremas tangan tidak membuat negara Alpen ini disukai oleh negara-negara tetangga.

"Semua orang tahu bahwa hal ini merugikan Swiss. Seluruh Uni Eropa kecewa. Orang Amerika kesal. Kebencian juga datang dari Rusia. Kita semua tahu bahwa hal ini merugikan kita," kata Sacha Zala.

Zala, seorang sejarawan netralitas Swiss di Universitas Bern, menjelaskan bahwa ini  menunjukkan betapa dalamnya keyakinan akan netralitas ini di kepala orang Swiss. Bagi para sejarawan, netralitas Swiss lebih banyak berkaitan dengan perang daripada menghindarinya.

Dari Abad Pertengahan hingga awal era modern, kanton Alpen yang saat itu miskin yang membentuk Swiss saat ini menyewakan tentara bayaran dalam peperangan di seluruh Eropa. Banyak yang membuat senjata khusus untuk digunakan bersama pasukan-pasukan khusus. Pengawal Swiss Vatikan adalah peninggalan era tersebut.

Baca Juga: BREAKING NEWS, Jenazah Eril Putra Ridwan Kamil Sudah Ditemukan, Media Swiss Ungkap Laporan Hasil Investigasi

"Gagasan awal netralitas adalah netralitas untuk melayani, memahamk kedua pihak," kata Zala. Netralitas Swiss mulai diformalkan setelah perang Napoleon.

Kondisi ini ketika negara-negara Eropa sepakat bahwa Swiss dapat menjadi penyangga di antara kekuatan-kekuatan regional. Hal ini kemudian dirinci dalam Konvensi Den Haag tahun 1907. Ini menjadi dasar netralitas Swiss. Konvensi ini mewajibkan negara-negara netral untuk menahan diri dari berperang, dari sisi manapun.

Menjaga jarak yang sama antara pihak-pihak yang bertikai. Mereka dapat menjual senjata, misalnya, tetapi hanya jika mereka melakukannya untuk semua pihak yang bertikai. Konvensi ini juga mewajibkan negara-negara netral untuk memastikan wilayah mereka tidak disusupi oleh pihak-pihak yang bertikai.

Hal ini mengarah pada apa yang disebut oleh Swiss sebagai netralitas bersenjata. Sebuah komitmen yang tidak hanya pada netralitas, tetapi juga untuk mempertahankan kemampuan untuk melindunginya. Yang terakhir inilah yang menurut para kritikus sekarang terancam. Para pendukung industri senjata Swiss setuju bahwa industri ini tidak memiliki dampak ekonomi yang besar bagi negara.

Baca Juga: Eril Ditemukan di Bendungan Engehalde Swiss, Dipulangkan ke Indonesia Besok Minggu

Mempekerjakan 14.000 orang, industri ini hanya menyumbang kurang dari 1 persen PDB, tetapi mereka mengatakan bahwa industri ini sangat penting bagi netralitas bersenjata.

"Netralitas bersenjata membutuhkan tentara, senjata, peralatan - dan industri senjata. Netralitas kami harus dipersenjatai, jika tidak maka tidak ada gunanya," kata Werner.

Werner Salzmann, anggota Partai Rakyat Swiss yang konservatif, menjelaskan bahwa Industri pertahanan Swiss bergantung pada ekspor ke Eropa dan Barat. Dan tidak dapat bertahan hidup tanpanya. Salah satu peran penting yang dimainkan Swiss adalah untuk tetangga Jerman, salah satu pendukung militer terbesar Ukraina.

Perusahaan Swiss Oerlikon-Bührle secara efektif merupakan satu-satunya produsen amunisi untuk Gepard, senjata anti pesawat yang dapat bergerak sendiri. Pesawat ini telah dikirim oleh Berlin ke Ukraina. Sejauh ini, Swiss telah memblokir upaya Jerman untuk membeli amunisi baru.

Baca Juga: Ridwan Kamil Ucapkan Terima Kasih pada Geraldine, Guru SD Swiss yang Menemukan Jasad Eril

Eropa dan para pemain industri pertahanan utama semakin waspada untuk membuat persenjataan atau suku cadang penting di Swiss. Rheinmetall, produsen senjata Jerman yang memiliki perusahaan Swiss, berencana membuka pabrik untuk membuat peluru tersebut di Jerman.

"Periode dua hingga tiga tahun ke depan, kami masih akan berproduksi penuh karena ada kontrak lama berjalan," kata Matthias Zoller, juru bicara industri persenjataan di Swissmem.

Matthias menjelaskan bahwa tidak selalu memiliki pesanan yang disepakati. Pasar ekspor suatu saat akan mati begitu saja. Awal tahun ini, Partai Demokrat Bebas yang pro-bisnis di Swiss merancang sebuah celah hukum yang tampaknya diterima mayoritas anggota parlemen.

Mereka akan mengizinkan negara-negara yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang sama dengan Swiss untuk mengekspor produk persenjataan buatan Swiss. Tetapi minggu lalu, Partai Rakyat Swiss, partai  yang terbesar di Parlemen, menolak RUU tersebut, karena menganggapnya sebagai tindakan dukungan terbuka yang ditujukan untuk Ukraina.

Baca Juga: Kronologi Hilangnya Eril, Anak Ridwan Kamil di Swiss hingga Ditemukan oleh Seorang Guru

Oleh karena itu, merupakan pelanggaran terhadap netralitas. Anggota parlemen Swiss sejak itu telah menyusun enam proposal tandingan. Namun tak satu pun dari mereka yang memungkinkan senjata Swiss mencapai Ukraina dalam waktu satu tahun.

Negara-negara Barat mengakui bahwa kontribusi Swiss sebagian besar hanya bersifat simbolis dan menahan citra. Namun mereka berpendapat bahwa meskipun Swiss selama beberapa dekade mendapat manfaat dari perlindungan efektif NATO, walau bukan anggota NATO.

Swiss tidak menunjukkan kemauan untuk membantu negara-negara tersebut sekarang. Thierry Burkart, anggota Partai Demokrat Bebas yang menyusun RUU awal, mengatakan bahwa Swiss sedang dilema berat.

"Kami tertanam dalam kemitraan Barat, bukan dalam arti aliansi NATO mutlak berlaku, tetapi karena Barat adalah tempat di mana nilai-nilai kami juga dibagikan," katanya.

Baca Juga: Alami Penipuan oleh WNA Asal Swiss, Mantan Puteri Indonesia Persahabatan 2002 Bawa ke Jalur Hukum

"Itu tidak berarti bahwa kami terjatuh, krisis, tetapi kami tidak boleh menghalangi bantuan di antara negara-negara Barat."

Di seluruh penjuru Swiss, banyak bangunan mengibarkan bendera biru dan kuning Ukraina. Simpati terlihat jelas. Simbol dukungan.

Bahkan sebagian besar anggota parlemen yang menentang aturan ekspor yang lebih longgar secara terbuka menyebut Rusia sebagai negara agresor pelanggar perdamaian.  Di balik itu semua, beberapa politisi konservatif sedang mengumpulkan tanda tangan bersama, untuk mengadakan referendum pendapat parlemen. 

Referendum mengembalikan jati diri interpretasi yang lebih ketat tentang netralitas sebagai bagian dari Konstitusi Swiss.***

 

 

Editor: Mahatmanta

Sumber: NYTimes

Tags

Terkini

Terpopuler