Implementasi Lesson Study dalam Kurikulum Merdeka

- 17 Juli 2023, 04:52 WIB
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana ,M.Hum.
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana ,M.Hum. /Dok Ist for Ringtimes Bali/Pikiran Rakyat Group

RINGTIMES BALI - Lesson study (LS) sudah berkembang di Negara Jepang sejak tahun 1960-an. Dalam bahasa Jepang, Lesson study disebut jugyekenkyu, yang berasal dari kata jugyo dan kenkyu. Dalam bahasa Indonesia jugyo berarti pembelajaran, dan kenkyu berarti pengkajian. Lesson study secara sederhana dapat disebutkan sebagai pengkajian terhadap pembelajaran. Mulyana (2007) menyebutkan bahwa Lesson Study adalah salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

Lesson Study adalah salah satu upaya untuk meningkatkan proses pembelajaran dengan melibatkan guru secara berkolaboratif. Sekelompok guru dilibatkan untuk merancang pembelajaran, melaksanakan, mengobservasi, merefleksi  dan melaporkan hasil pembelajaran. LS merupakan usaha yang dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat diterapkan dengan berbagai metode pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran dari teacher centered learning ke menjadi student centered learning mengharuskan pembelajaran melibatkan keaktifan siswa. Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk mengaktifkan proses pembelajaran dengan menerapkan lesson study.

Menurut Cerbin & Kopp (2002), Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu : 1. To better understand how student learn what you teach (memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar); 2. to create usable products for other teachers in your field (memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study). 3. to improve teaching through systematics, collaborative inquiry (meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif).

Kurikulum yang diterapkan di sekolah memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk merancang pembelajaran yang berkualitas disesuaikan dengan kebutuhan dan lingkungan belajar siswa. Karakteristik Kurikulum Merdeka adalah 1) pengembangan soft skills dan karakter siswa melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. 2) Fokus pada materi yang esensial, relevan dan mendalam sehingga ada waktu cukup untuk membangun kreativitas dan inovasi peserta didik dalam mencapai kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. 3) Kurikulum Merdeka dilaksanakan dengan fleksibel  dengan menyesuaikan dengan perkembangan peserta didik. Untuk mengetahui kemampuan peserta didik dapat melakukan need analysis.  Dengan melakukan itu, pembelajaran yang dilakukan merupakan pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Penerapan Kurikulum Merdeka mengarahkan agar peserta didik mempunyai  empat kompetensi disebut yaitu Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerjasama).

Lesson Study merupakan salah satu upaya yang dapat diterapkan guru dalam melaksanakan pembelajaran berdasar pada Kurikulum Merdeka. Kolaborasi yang dilakukan guru dalam LS bertujuan untuk menemukan kendala yang dialami dalam proses pembelajaran. Kendala tersebut dapat dipecahkan bersama secara kolaboratif pula sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal.

Kolaborasi guru diawali dengan menyusun lesson plan (plan). Lesson plan dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Do (pelaksanaan), merupakan kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru model. Guru lain bertindak sebagai observer yang  bertugas untuk melakukan pengamatan ketika proses pembelajaran berlangsung. Observer melakukan perekaman, pemotretan aktivitas pembelajaran. Yang terpenting observer mencatat keterlibatan siswa dalam pembelajaran, kejelasan pemaparan yang disampaikan oleh guru model. Bagaimana cara guru model dalam mengelola kelas. Observer juga mencatat kendala yang dialami dalam proses pembelajaran. See (Diskusi & Refleksi), Pada tahap ini kepala sekolah sebagai fasilitator.  Guru mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru model. Guru model menyampaikan kendala yang dialami  dalam proses pembelajaran. Hasil diskusi  dan refleksi dipakai sebagai acuan dalam memperbaiki proses pembelajaran.*** Karya tulis dari Dr. I Ketut Suar Adnyana ,M.Hum (Dekan FKIP Universitas Dwijendra Denpasar).

 

Editor: Dian Effendi


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah