Politik Insinuasi Jelang Tahun Politik 2024

- 4 Juli 2023, 16:21 WIB
Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. /Istimewa/Pikiran Rakyat Ringtimes Bali/

Oleh Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.

Dosen Universitas Dwijendra

RINGTIMES BALI - Bahasa yang digunakan dalam dunia perpolitikan dipakai untuk adu argumentasi program dan bahkan bahasa digunakan untuk menyerang lawan politik. Serangan terhadap lawan politik dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Serangan secara  tidak langsung dapat menggunakan tuduhan tidak langsung (insinuasi). Mengapa insinuasi dianggap cara tepat untuk menyerang lawan. Dengan menggunakan insinuasi orang yang menyindir akan terselamatkan karena menuduh lawan politik  secara tidak langsung.

Dari sudut pandang kelinguistikan, penggunaan insinuasi merupakan bagian dari strategi linguistik. Strategi linguistik ada dua jenis yaitu strategi langsung dan strategi tidak langsung. Insinuasi termasuk strategi yang tidak langsung.

Penggunaan strategi yang tidak langsung memiliki nilai kesopanan yang lebih baik dibandingkan dengan strategi langsung. Apakah cara ini merupakan strategi yang digunakan kontestasi politik orang Timur? Jawabannya tentu tidak. Politik insinuasi juga diterapkan di Amerika Serikat. Penerapan  politik insinuasi menjadi salah satu kunci kemenangan Trump dalam perburuan kekuasaan menuju Gedung Putih.

Selanjutnya, Trump terus mempertahankan secara picik gaya insinuatifnya untuk menyergap lawan-lawan politiknya. Celakanya, sebagian dari mereka kemudian menggunakan strategi serupa untuk menohok balik Trump hanya untuk menghasilkan friksi politik yang nyaris tanpa akhir. (dikutip dari https://www.beritasatu.com/opini/5892/republik-insinuasi).

Cara ini tidak memberikan pendidikan politik  bagi generasi muda. Insinuasi terkadang tidak berbasis data. Ini identik dengan fitnah. Cara berpolitik seperti ini merupakan sebuah pembodohan bagi generasi muda. Tentu dengan saling lempar fitnah, kegaduhan dalam masyarakat tidak terhindarkan.

Seolah-olah Indonesia tidak pernah sepi dengan kegaduhan. Kegaduhan tidak saja jelang tahun politik tetapi setelah tahun politik kegaduhan terus terjadi. Hater-hater pemerintah selalu mengkritik pemerintah tanpa dasar yang jelas. Ini tentu menyesatkan. Mengapa sikap legowo tidak ditunjukkan oleh partai yang kalah dalam kontestasi? Pengamat politik juga mengkritik pemerintah seolah-olah pemerintah tidak ada benarnya. Pengamat tersebut memposisikan dirinya dalam posisi yang selalu benar.

Yang dirugikan dengan cara berpolitik seperti ini adalah masyarakat. Masyarakat terkotak-kotak sedangkan elit partai yang menang dan yang kalah dalam kontestasi sudah saling merangkul. Pengkotakan antara   cebong dan kadrun sampai saat ini masih terasa walaupun tokoh politik dukungan kadrun sudah menjadi menteri. Masyarakat bawah masih panas sedangkan elit yang didukung sudah menikmati kue kebersamaan. Politikus menikmati manisnya, para pendukungnya sibuk menyerang pemerintah. Semoga perhelatan politik 2024 menghasilkan pimpinan yang berpihak kepada masyarakat golongan bawah. Mereka sangat rindu akan kesejahteraan hidupnya. Harapan itu selalu ada pada setiap pergantian kepemimpinan. Mereka hanya berharap, mudah mencari pekerjaan demi sesuap nasi. Harapan itu sangat sederhana tapi susah diwujudkan.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah