RINGTIMES BALI - Saat Kajeng Kliwon atau kliwon, segehan dihaturkan di tiga tempat berbeda yakni di halaman sanggah atau mrajan, halaman rumah dan di depan pekarangan rumah.
Segehan adalah perwujudan sradha bhakti kepada Hyang Siwa yang telah mengembalikan Sang Tiga Buchari sehingga keseimbangan alam niskala terjadi.
Kata segehan berasal dari kata sega yang berarti nasi yang dalam bahasa Jawa disebut sego. Hal ini yang membuat banten segehan isinya didominasi nasi dalam berbagai bentuk.
Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 3 SD MI Halaman 30 32 33 35 36, Pakaian Daerah dan Teknologi Pangan
Wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana yakni bawang merah, jahe dan garam.
Selain itu juga dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tetabuhan berupa air, tuak, arak serta berem.
Selain itu segehan juga biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rerahinan tertentu bergantung pada adat kebiasaan tempat tinggal umat.
Penyajiannya diletakkan dibawah pelinggih atau sudut- sudut natar Merajan, Pura, halaman rumah, didepan pintu gerbang, pertigaan, perempatan jalan dan sebagainya.
Baca Juga: Kunci Jawaban Kelas 3 SD MI Tema 7 halaman 22, 23, Teks Hasil Teknologi Pangan
Segehan dihaturkan atau disuguhkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan Iringan Para Bhatara dan Bhetari, yang merupakan akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu.