3. Nyentana atau nyeburin
Sistem perkawinan dimana mempelai wanita berubah status hukum secara adat sebagai purusa dan laki-laki sebagai pradana.
Dalam hubungan perkawinan ini laki-laki tinggal di rumah istrinya.
4. Sistem Malegandang
Sistem perkawinan ini terjadi secara terpaksa dan tidak didasari cinta sama cinta. Jenis pernikahan ini sama dengan Raksasa Wiwaha dan Paisaca Wiwaha dalam Manawa Dharmasastra.
Dalam perkembangan selanjutnya dikenal sistem pernikahan Makaro Lemah dan Campuran.
Baca Juga: Ekonomi Bali Terpuruk Pariwisata Babak Belur, Wagub Tawarkan Kebijakan Berbasis Risiko kepada Pusat
Makaro lemah adalah upacara perkawinan yang dilaksanakan di dua tempat, pihak purusa dan pradana. Dimana masing-masing pihak diberikan hak waris.
Sedangkan perkawinan campuran adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh mempelai wanita dan pria yang berbeda agama, suku, adat atau beda negara.***