Makna Ngaben dan Alasan Umat Hindu Meninggal Harus Dibakar, Ternyata Ada Pengecualian

6 Februari 2022, 06:53 WIB
Makna Ngaben dan Alasan Umat Hindu Meninggal Harus Dibakar, Ternyata Ada Pengecualian /Dok. I Made Sudarmayasa

RINGTIMES BALI - Ngaben adalah salah satu ritual yang dilakukan umat Hindu bagi anggota keluarga yang meninggal dunia.

Ngaben secara perorangan atau masal bisa dilakukan dan memiliki tujuan yang sama. Seringkali umat lain mempertanyakan kenapa umat Hindu jika meninggal dunia harus dibakar.

Ada makna dibalik prosesi Ngaben yang dilakukan umat Hindu seperti dikutip dari postingan Instagram @filsafat_hindu pada 4 Februari 2022.

Baca Juga: Babak Baru Covid-19 Bali Deteksi 2.038 Kasus dengan Denpasar 649 Orang Positif Pada 5 Februari 2022

Ngaben adalah upacara prosesi pembakaran mayat atau sebuah tradisi kremasi untuk orang yang sudah meninggal yang dilakukan umat Hindu di Bali. Upacara sakral ini dapat berupa upacara kecil sampai mewah yang tergantung pada kemampuan dan kedudukannya.

Dikenal dengan sebutan pelebon atau Pitra Yadnya, upacara ini dilakukan untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal dunia agar dapat memasuki alam atas.

Bagi masyaraat Bali, pitra yadnya adalah peristiwa penting dimana keluarga bisa membebaskan arwah orang yang telah meninggal dari ikatan duniawi.

Baca Juga: Hujan Sepanjang Hari, Prakiraan Cuaca BMKG Bali 6 Februari 2022

Upacara ini memiliki tujuan penting, diantaranya:

1. Membakar jenazah kemudian menghanyutkan abu ke sungai atau laut bermakna melepaskan sang atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam)

2. Rangkaian ini untuk mengembalikan segala unsur Panca Mahabutha (5 unsur pembangun badan kasar manusia) ke asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalanan atma ke Sunia Loka.

Selain itu, pelaksanaan ngaben juga merupakan simbol bahwa pihak keluarga telah iklas dan melepaskan kepergian sanak keluarganya yang meninggal.

Baca Juga: Bahasa Indonesia Kelas 8 Halaman 130 Kegiatan 5.1, Kunci Jawaban Teks Eksplanasi Sejarah Kabupaten Bandung

Namun ada pengecualian dalam kasus kematian bayi, anak-anak dan orang-orang sādhu (tercerahkan), ritual kremasi tidak diperlukan, alias dikubur.

Alasannya adalah bahwa seorang sādhu semasa hidupnya sudah tercerahkan oleh ātmā-vidyā sehingga badan fananya ini bersifat cin-maya, yakni spritual bukan material lagi.

Ini juga berlaku pada kasus kematian dini pada balita dimana mereka tidak terlalu lama terkontaminasi oleh keberadaan materialnya dan masih lugu.

Baca Juga: 4 WNA Pelaku Pengeroyokan di Kuta Utara yang sempat Viral, Kini Ditahan di Rudenim Denpasar

Hal ini tertuang dalam Vedanta, dimana disebutkan atma-lah yang mencapai moksa, bukan tubuh.

अनाथस्याग्निसंस्कारं यः कुर्य्याच्छ्रद्धयान्वितः ।
अशक्तः प्रेरयेदन्यं सोग्निलोके महीयते ॥ ६३ ॥

.—'Ia yang penuh keyakinan melaksanakan ritual kremasi untuk melepaskan diri dari ikatan tubuh atau meminta bantuan orang lain untuk melakukan itu, sendiri akan dihormati di wilayah Agniloka.' (Śiva Purāṇa: Śatarudra Saṁhitā 15.63).***

Editor: Rian Ade Maulana

Tags

Terkini

Terpopuler