Diego Armando Maradona Meninggal Akibat Henti Jantung, Begini Gejalanya

- 26 November 2020, 14:20 WIB
Dunia sepakbola kembali berduka setelah Diego Maradona meninggal dunia akibat serangan Jantung.
Dunia sepakbola kembali berduka setelah Diego Maradona meninggal dunia akibat serangan Jantung. /fifa.com

RINGTIMES BALI – Diego Armando Maradona, sang legenda sepak bola asal Argentina, yang kerap dikenal dengan sebutan Maradona, dikabarkan meninggal karena henti jantung ketika usianya 60 tahun. Kejadian itu terjadi pada Rabu, 25 November 2020, pagi hari waktu setempat.

Sebelumnya, Maradona ini pernah menjalani operasi hematoma subdural karena adanya gumpalan darah di otak. Operasinya di awal November tersebut berjalan sukses. Namun sayangnya, maradona mengalami henti jantung di akhir hidupnya.

Henti jantung ini dikenal dengan istilah cardiac arrest dalam dunia medis. Henti jantung ini adalah kondisi jantung yang berhenti berdetak secara tiba-tiba. Dalam artian, jantung sedang tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Baca Juga: Legenda Argentina 'Maradona' Meninggal Dunia, Ini Reaksi Dunia Sepak Bola

Melansir dari Boldsky, detak jantung dikendalikan oleh impuls listrik. ketika impuls ini polanya berubah-ubah maka detak jantung menjadi tidak teratur. Kondisi ini juga dikenal sebagai aritmia. Beberapa aritmia terkadang bisa lambat ataupun cepat. Henti jantung terjadi ketika ritme jantung berhenti.

Seperti yang diketahui bahwa jantung adalah organ yang memiliki fungsi penting dalam memompa darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Apabila jantung berhenti berdetak, hal itu berarti kinerja jantung tidak baik.

Hal tersebut akan menyebabkan darah akan berhenti dipompa dari jantung menuju organ-organ vital lainnya yaitu otak, paru-paru, bahkan hati.

Baca Juga: 8 Tips Penting Menjaga Jantung Agar Tetap Sehat, Salah Satunya Hindari Stres

Akibatnya, dari kondisi tersebut akan menimbulkan gejala seperti tidak dapat bernapas secara normal, penderita mengalami pingsan atau tidak sadarkan diri, pusing, lemah, dan detak jantung berdebar cepat. Dilansir dari laman Healthline.

Ketika jantung berhenti berdetak, maka pasokan oksigen dari darah ke otak menjadi kurang, hal tersebut akan mengalami kerusakan otak. Otak hanya butuh waktu 4-6 menit untuk terjadi kerusakan otak secara permanen sehingga dapat berujung kematian.

Institute of Medicine melaporkan bahwa setiap tahunnya lebih dari setengah juta orang mengalami serangan jantung di Amerika Serikat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pada penderitanya.

Baca Juga: Perbedaan Gejala Serangan Jantung pada Pria dan Wanita, Simak Penjelasanya

Henti jantung ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Namun, penyebab yang paling sering adalah terjadinya fibrilasi ventrikel.

Jantung manusia terdiri dari empat ruang yaitu dua ruang bawah disebut ventrikel (bilik) dan dua ruang atas disebut dengan atrium (serambi).

Pada fibrilasi ventrikel, ruang-ruang tersebut akan bergetar di luar kendali. Hal tersebut  menyebabkan ritme jantung berubah secara drastis. Akibatnya, ventrikel memompa darah secara tidak efisien sehingga jumlah darah yang dipompa ke seluruh tubuh mengalami penurunan.

Baca Juga: Pahami Gejala Serangan Jantung yang Berbahaya Serta Penyebabnya 2020

Dalam beberapa kasus, sirkulasi darah berhenti total yang dapat menyebabkan kematian akibat henti jantung mendadak.

Selain fibrilasi ventrikel, fibrilasi atrium merupakan penyebab paling umum kedua. Jantung juga bisa berhenti berdetak secara tiba-tiba karena terjadinya aritmia di ruang atrium (serambi).

Fibrilasi atrium dimulai ketika simpul sinoatrial (SA) tidak mengirimkan impuls listrik yang baik. Padahal, nodus SA yang terletak di atrium kanan berfungsi untuk mengatur seberapa cepat jantung memompa darah.

Baca Juga: 7 Cara Menjaga Jantung Tetap Sehat, Salah Satunya Berolahraga

Hal tersebut mengakibatkan ketika impuls listrik masuk ke fibrilasi atrium, ventrikel tidak dapat memompa darah ke tubuh secara efisien.

Penyebab lainnya yang mengakibatkan henti jantung yaitu serangan jantung, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit jantung bawaan, riwayat keluarga, penyakit katup jantung, gagal jantung, dan Sindrom Brugada.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x