6 Mitos Transplantasi Ginjal ini Salah Besar, Jangan Asal Percaya

19 Desember 2020, 19:07 WIB
6 Mitos Transplantasi Ginjal ini Salah Besar, Jangan Asal Percaya /Dok. Medical News Today

RINGTIMES BALI- Bagi penderita penyakit ginjal, transplantasi ginjal adalah salah satu alternatif untuk memperoleh kesembuhan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan transplantasi ginjal.

Transplantasi ginjal adalah pilihan yang bisa meningkatkan kualitas hidup pasien. orang dengan penyakit ginjal, tubuhnya tidak bisa berfungsi baik dalam menyaring racun dalam tubuh sehingga transplantasi ginjal bisa jadi solusi.

Transplantasi ginjal yang kini ditawarkan sebagai pilihan terapi bagi pasien penyakit gagal ginjal kronik (PGK) masih lekat dengan sederet mitos. Sebagaimana dikutip RINGTIMES BALI dari laman ANTARA , 19 Desember 2020, berikut sederet mitos tentang transplantasi ginjal yang masih berkembang di masyarakat.

Baca Juga: Kenali, 10 Manfaat Melakukan Hubungan Seks Bagi Pria dan Wanita, Salah Satunya Cegah Kanker

1. Hanya Bisa Dilakukan Setelah Cuci Darah

Faktanya pasien tetap bisa melakukan transplantasi walaupun sebelumnya tidak melakukan cuci darah. Bahkan orang yang langsung memilih tindakan transplantasi saat divonis gagal ginjal stadium yang kronis akan memiliki harapan hidup lebih tinggi.

Menurut Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Urologi FKUI- RSCM, Dr. dr. Nur Rasyid terapi ini sudah bisa dilakukan sebelum pasien membutuhkan prosedur cuci darah. "Dari awal sudah bisa dilakukan, bahkan orang yang sudah mengalami gagal ginjal stadium lima, kami harus siapkan untuk hemodialisis atau peritonial dialisis atau transplantasi. Kalau langsung memilih transplantasi, maka angka harapan hidup, kualitas ginjal lebih baik," ujar dia dalam acara re-launching virtual Unit Layanan Transplantasi Ginjal Departemen Urologi FKUI-RSCM.

2. Hanya untuk Pasien Muda

Banyak yang masih beranggapan jika transplantasi ginjal hanya berguna untuk pasien muda. Faktanya prosedur transplantasi ginjal bermanfaat untuk semua pasien baik muda maupun tua.

Baca Juga: Enak dan Gampang Diolah, Ini 11 Makanan Terbaik untuk Kesehatan Ginjal

Data statistik dari RSCM menujukkan, banyak pasien yang menjalani transplantasi ginjal berusia 60 tahun dan lebih tua asalkan angka harapan hidupnya 10 tahun. "Jadi kalau ada usia 70 tahun ditransplantasi, karena dalam keluarga itu orang-orangnya berusia 90, 100 tahun. Maka dia berhak menjadi resipien," tutur Rasyid.

3. Transplantasi Ginjal Lebih Mahal dari Cuci Darah

Ada pendapat transplantasi ginjal lebih mahal daripada cuci darah. Menurut Rasyid biaya yang dikeluarkan satu kali transplantasi sama dengan tiga tahun prosedur hemodialisa.

Saat ini biaya transplantasi yang mencapai Rp300 juta lalu ditambah hal-hal lain sudah bisa ditanggung BPJS. "HD (hemodialisa orang Indonesia selama tiga tahun biayanya sama seperti transplantasi satu kali. Biaya yang dikeluarkan BPJS untuk hemodialisa pada tahun 2018 Rp2,3 triliun, kemudian sepanjang 2015-2017, Rp44,3 miliar untuk 149 kasus transplantasi," tutur Rasyid.

Baca Juga: Ternyata Penularan dalam Pesawat Sangat Kecil, Berikut Penjelasannya!

4. Transplantasi Ginjal Berbahaya

Banyak yang lebih memilih cuci darah dibanding transplantasi ginjal karena mitos yang satu ini. Padahal transplantasi termasuk prosedur aman. Secara nasional angka keberhasilannya sekitar 95 persen, sementara di RSCM angkanya mencapai 99 persen.

5. Jika Sudah lama Cuci Darah Tidak Boleh Transplantasi Ginjal

Ada juga pendapat yang mengatakan transplantasi ginjal tidak bisa dilakukan pasien yang sudah lama cuci darah. Faktanya, pasien yang sudah melakukan hemodialisa lima tahun, tujuh tahun karena mungkin baru tahu ada transplantasi ginjal atau belum dapat donor bisa menjalani transplantasi.

6. Ginjal Baru Tidak Akan Rusak

Sama seperti transplantasi organ tubuh yang lain, transplantasi ginjal juga mengalami proses yang sama. Setelah masuk ke tubuh yang baru, tubuh akan bereaksi menerima atau menolak.

Baca Juga: Rugi Jika Tak Sarapan Pagi, Ternyata Ini Manfaatnya Bagi Tubuh

Anggapan bahwa ginjal baru pasca transplantasi tidak akan pernah rusak itu salah.  "Kembali lagi, sama. Saat advokasi seorang akan menjadi resipien, bagian psikiatri, hukum akan melihat apakah dia memiliki mentalitas yang baik untuk merawat ginjal yang baru. Apabila tidak, dia tak akan lolos sebagai resipien," demikian kata Rasyid.***

Editor: I GA Putu Yuliani Dewi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler