Restrukturisasi Kredit Perbankan Diperpanjang, juga Berlaku untuk BPR dan BPRS

4 September 2021, 12:40 WIB
OJK mengeluarkan keputusan memperpanjang relaksasi resktrukturisasi kredit perbankan hingga 2023. /ojk.go.id

RINGTIMES BALI – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyatakan, relaksasi restrukturisasi kredit perbankan diperpanjang selama satu tahun.

Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan berlaku menjadi 31 Maret 2023.

Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Baca Juga: BRI Buka Lowongan Kerja Untuk Talenta Millenials Berbakat ditengah Pandemi

Wimboh Santoso menjelaskan, keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan.

Selain itu perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit bertujuan untuk menguatkan kinerja debitur restrukturisasi COVID-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.

“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran COVID-19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh, dikutip dari laman resmi OJK, Jumat 3 September 2021.

Baca Juga: BRI Dorong Pertanian Tumbuh di Masa Pandemi, Market Share Kredit Capai 28 Persen

Menurut OJK, kinerja perbankan mulai membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka Loan at Risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.

Sedangkan angka Non Performing Loan (NPL) sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen (Desember 2020) menjadi 3,35 persen (Juli 2021).

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical.

Baca Juga: Prospektus Right Issue Diterbitkan, BRI Optimistis Investor dan Pasar Menyambut dengan Antusias

Kebijakan ini juga menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.

“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru.

Penerapan manajemen risiko dalam relaksasi restrukturisasi tetap menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan ini yang terdiri dari:

Baca Juga: BRI Percepat Pemulihan Ekonomi, Salurkan Bansos Sembako ke 10,7 Juta KPM dan 3,7 PKH

  1. Kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan. Penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.
  2. Kecukupan pembentukan CKPN. Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama, bank diminta mulai membentuk CKPN.
  3. Prasyarat Pembagian Dividen. Dalam hal bank akan melakukan pembagian dividen, agar mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.
  4. Stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas Bank. Per posisi Juli 2021, outstanding restrukturisasi COVID-19 sebesar Rp 778,9 triliun dengan jumlah debitur mencapai 5 juta dan 71,53 persen di antaranya adalah debitur UMKM.

Baca Juga: BRI Dorong Pertumbuhan Kredit Mikro, Targetkan Komposisi UMKM 85 Persen

Outstanding kredit restrukturisasi COVID-19 ini menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan posisi di awal penerapan stimulus.

Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit ini diharapkan memberikan kepastian bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022, khususnya mengenai skema penanganan debitur restrukturisasi dan skema pencadangan.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: OJK

Tags

Terkini

Terpopuler