“Kalian bertanggung jawab atas masa depan kalian sendiri. Jadi, jangan menyalahkan sistem, orang tua ataupun lingkungan. Otak harus berpikir dan tangan bekerja untuk menjadi sukses. Makin susah kondisi yang dihadapi, maka akan menjadi orang yang hebat,” ucapnya.
Menurutnya, kondisi kemiskinan tidak menjadi alasan untuk tidak bisa menjadi orang yang hebat.
Baca Juga: Gubernur Bali I Wayan Koster Ajak MGPSSR Jaga Alam dan Budaya Pulau Dewata
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga berbagi pengalaman hidupnya saat masih kecil yang menjadi pembantu rumah tangga selama empat tahun di Palembang hingga baru merasakan tidur di kasur setelah menempuh pendidikan di AKABRI.
Dr Putu Suasta menyampaikan bahwa saat ini politik identitas tidak hanya menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan, namun juga soal kemiskinan serta kebodohan dan itu terjadi di Bali.
Ia mengatakan adu domba yang menggunakan kemiskinan dan kebodohan merupakan bahaya paling berat dibandingkan politik identitas yang lain. Ia juga mengatakan agar negara atau pemerintah harus hadir untuk melakukan pembelaan.
“Pemerintah harus hadir, tokoh-tokoh harus hadir yang memiliki intelektual mesti membantu,” katanya.
Baca Juga: Gubernur I Wayan Koster Serahkan Hadiah Lomba Ogoh-ogoh 2022 Se-Bali Total Rp1,7 Miliar
Narasumber berikutnya yaitu Dr I Gede Sutarya menambahkan, sebelumnya politik identitas di Bali juga terkait dengan perkembangan pariwisata sebab kecenderungan pengusaha mencari tenaga kerja yang murah dan itu diisi oleh tenaga kerja dari luar.
Ia menegaskan bahwa budaya dialog harus dikembangkan sehingga mereka yang dalam kondisi terpinggirkan dapat diketahui dan tidak ada saluran yang mampet, juga pembangunan SDM penting untuk memutus kemiskinan.***