Dinasti dalam Pendidikan Tinggi

- 18 September 2023, 17:11 WIB
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. /Andre Putra/Ringtimes Bali/ Pikiran Rakyat Media Network

RINGTIMES BALI - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan keprihatinannya terhadap masalah tenaga honorer di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) yang cenderung diisi oleh tim sukses (timses) atau keluarga kepala daerah. Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dihadiri oleh puluhan kepala daerah di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pusat.

Apa yang disampaikan oleh Tito Karnavian benar adanya. Pejabat daerah merupakan hasil dari proses politik. Sukses tidaknya seorang calon kepala daerah bergantung pada tim sukses. Setelah yang bersangkutan menjadi pejabat, dia mulai memikirkan diapakan tim suksesnya. Ini merupakan politik transaksional, atau istilahnya "Aku dapat apa setelah Kau jadi pejabat". Akhirnya guna membalas budi baik dari tim suksesnya, kepala daerah menempatkan mereka (termasuk keluarganya yang membutuhkan pekerjaan) di jabatan yang cukup strategis. Kalau tim suksesnya mempunyai kecakapan sesuai dengan kecakapannya tentu dapat diterima. Bagaimana jadinya apabila tim suksesnya tidak memiliki kecakapan dalam melaksanakan programnya. Ini yang bermasalah. Celakanya lagi, kerabat kepala daerah diangkat menjadi tenaga honorer, tetapi instansi tersebut tidak membutuhkan tenaga honorer tersebut. Justru yang dibutuhkan adalah tenaga honorer yang mempunyai kualifikasi yang lain. Ini sangat ironis.

Fenomena tersebut tidak hanya terjadi di instansi pemerintahan tetapi terjadi juga pada Lembaga Pendidikan Tinggi (PT). Kerap kali pimpinan PT merekrut tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang merupakan kerabat atau para kroninya. Istilahnya adalah membangun sebuah dinasti dalam dunia pendidikan. Masyarakat berpandangan sangat sulit menembus dinasti itu. Perlu dicatat tidak semua perekrutan melalui sistem dinasti tetapi ada juga yang lolos karena kemampuannya. Tetapi persentasenya kecil. Perekrutan melalui dinasti masih cukup besar.

Pendidik (dosen) yang bertugas di suatu perguruan tinggi, anaknya juga bekerja sebagai pendidik di PT tersebut. Kalau kerabat atau anaknya memang mempunyai kemampuan akademis dan kecakapan yang baik bahkan sangat baik, hal ini tidak menimbulkan pertanyaan. Hal itu akan menjadi masalah, apabila anak dan kerabat dosen tersebut tidak memiliki kompetensi yang baik.

Fakultas kedokteran merupakan fakultas yang favorit. Masyarakat menganggap fakultas kedokteran sulit tertembus. Anak yang mempunyai kemampuan akademis sangat bagus, sulit juga menembusnya. Memang tidak semua anak yang pintar tidak diterima di Fakultas Kedokteran. Cuma persentasenya kecil dibandingkan yang lulus melalui sistem dinasti.

Sistem dinasti, memang tidak memberikan akses yang mulus bagi anak yang mempunyai kemampuan yang baik bahkan yang sangat baik. Kapan sistem dinasti ini akan hilang? Sistem ini tentu menghambat bagi anak yang memang mempunyai prestasi akademik yang sangat bagus. Ini bisa menimbulkan rasa skeptis dan keputusasaan bagi anak tertentu. Anak itu, tidak dapat meraih angannya. Padahal anak tersebut telah belajar dengan baik, apalagi anak tersebut berprestasi dalam berbagai ajang lomba yang bergengsi. Kapan dinasti ini bisa dieliminasi? Masyarakat mengharapkan, anak-anaknya mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk mengikuti pendidikan di fakultas favorit. Mutiara-mutiara, hendaknya jangan dibuang dan disia-siakan.*** Karya tulis dari Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. (Dekan FKIP Universitas Dwijendra).

Editor: Dian Effendi


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah