Tanggapi Dino Djalal soal Misi Damai Jokowi Belum Terwujud, Djumala: Diplomasi Perdamaian Bukan Pabrik Tempe

4 Juli 2022, 18:00 WIB
Dewan Pakar BPIP Darmansjah Djumala. /Dok. PRMN

RINGTIMES BALI - Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina dan Rusia setelah menghadiri Pertemuan G7 di Jerman banyak mendapat reaksi dari publik. 

Menurut Dino Patti Djalal, mantan Wamenlu era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengatakan bahwa secara umum misi perdamaian Jokowi tersebut belum terwujud pada saat ini.

Dino tidak melihat adanya terobosan dalam misi perdamaian Jokowi itu. Dirinya beralasan bahwa dari segi misi perdamaian, harus bisa diterima kedua belah pihak.

Baca Juga: Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Tiba di Rusia untuk Bertemu Vladimir Putin

"Dari segi misi perdamaian, tidak ada terobosan. Sebab, kalau misi perdamaian berarrti konsep perdamaian diterima kedua pihak, baik Ukraina maupun Rusia," katanya.

Menanggapi Dino, Dubes Darmansjah Djumala menegaskan, dalam fatsun diplomasi, perdamaian setidaknya harus melalui tiga proses: komunikasi, penghentian kekerasan dan dialog.

Tiga tahapan proses itu sering dirujuk sebagai adab diplomasi. Dikatakan oleh Djumala, yang pernah menjabat Dubes Indonesia untuk Austria dan PBB di Wina, pembicaraan dan negosiasi perdamaian tidak akan bisa dimulai jika tidak ada komunikasi.

Baca Juga: Jokowi Tiba di Ukraina, Ungkap Tempuh Perjalanan Hingga 11 Jam

Dari komunikasi itulah kedua seteru bisa mengetahui posisi dan apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak.

Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga untuk mediasi agar kedua pihak dapat berkomunikasi. Dengan mengadakan pertemuan empat mata dengan Zelensky dan Putin, Jokowi sejatinya sudah membuka pintu komunikasi.

Lebih jauh diungkapkan Dubes Djumala, yang saat ini menjabat sebagai Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, untuk memulai dialog dan perundingan kekerasan harus diakhiri.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sebut Ekonomi 60 Negara Terancam Runtuh Akibat Perubahan Kondisi Global  

Perang harus dihentikan. Inilah himbauan yang disampaikan kepada Zelensky dan Putin. Jika kekerasan sudah tidak ada lagi, perang berhenti karena gencatan senjata, maka tersedia ruang kondusif untuk berunding mencari jalan damai.

Jadi tidak heran jika salah satu misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah menghentikan kekerasan dan peperangan.

Djumala juga mengungkapkan, dengan adanya proses komunikasi, penghentian kekerasan dan dialog dalam setiap upaya peredaan konflik, inisiatif perdamaian butuh waktu lama, bertahun-tahun melalui proses panjang dan berliku.

Baca Juga: Kedatangan Presiden Putin di G20 Didukung Pemuda Asia Afrika

Sebab, perdamaian bukan barang sekali tepuk jadi. Kerja diplomasi perdamaian tentu beda dengan cara kerja pabrik tempe: hari ini kedele besok jadi tempe.

Dewan Pakar BPIP itu meyakini bahwa pesan damai yang dibawa Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah manifestasi nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu sila kedua tentang kemanusiaan dan sila ketiga terkait nasionalisme Indonesia.

Seperti yang diajarkan Bung Karno, nasionalisme Indonesia bukanlah sikap bangga dengan negara dan cintah tanah air tapi menarik diri dari pergaulan internasional.

Baca Juga: Pemuda Asia Afrika Dukung Presiden Rusia Vladimir Putin Hadir di KTT G20 Indonesia di Bali

Justru, nasionalisme Indonesia mekar dalam taman sari internasionalisme. Internasionalisme disini merujuk pada nilai kemanusiaan, menghargai harkat manusia tanpa membedakan bangsa, etnik, suku dan agama.

Alhasil, misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia merupakan perwujudan nasionalisme kemanusiaan. Nasionalisme, karena membawa nama baik Indonesia dalam pergaulan internasional.

Kemanusiaan, karena penghentian kekerasaan dimaksudkan untuk menghindari hilangnya nyawa manusia tak berdosa akibat perang.

Diplomasi perdamaian Jokowi adalah langkah awal membuka pintu komunikasi bagi kedua seteru agar dapat mengakhiri perang sehinga damai tercipta, tutup Djumala.***

Editor: Muhammad Khusaini

Tags

Terkini

Terpopuler