Aksi Demo Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Gedung MPR Dilarang Polda Metro Jaya, Ini Sikap Buruh

- 5 Oktober 2020, 13:04 WIB
Aksi Demo Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Gedung MPR Dilarang Polda Metro Jaya, Ini Sikap Buruh
Aksi Demo Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Gedung MPR Dilarang Polda Metro Jaya, Ini Sikap Buruh /Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

RINGTIMES BALI - Diketahui, aksi demo sejumlah buruh terkait penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja hari ini Senin 5 Oktober 2020 dilarang oleh Polda Metro Jaya lantaran tidak mengantongi izin.

Polda Metro Jaya menegaskan tidak mengeluarkan izin keramaian bagi para buruh yang direncanakan menggelar aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta.

"Kita tidak kasih izin. Jadi Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan izin untuk demo," tegas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, Senin 5 Oktober 2020.

Baca Juga: Pentingnya Menjaga Keamanan Akun ShopeePay, Simak Caranya

Lebih lanjut, Yusri menjelaskan, tidak dikeluarkannya izin bagi para pendemo dalam menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu tidak lepas dari meningkatnya kasus penyebaran virus Covid-19 di DKI Jakarta.

"Sekarang kita imbau, kita mengharapkan agar mereka mengerti. Pandemi Covid 19 ini semakin tinggi di Jakarta. Jangan jadi klaster baru," tuturnya.

Meski demikian, Yusri memastikan, tetap menyiapkan personel untuk melakukan pengamanan jika massa tetap menggelar unjuk rasa tersebut.

Baca Juga: Tolak Keras Omnibus Law, 2 Juta Buruh 'Mogok Nasional' RUU Cipta Kerja, ini 7 Tuntutan nya

Salah satu upaya yang telah dilakukan pihak kepolisian adalah melakukan penutupan jalan utama depan Gedung MRP/DPR RI dengan melakukan rekayasa lalu lintas.

Sebelumnya, puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Kesepakatan ini diambil setelah diadakan rapat bersama di Jakarta, Minggu, 27 September 2020, lalu

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut rapat dihadiri perwakilan 32 federasi serikat pekerja. Lalu, ada juga beberapa federasi seperti SP LEM dan GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.

Baca Juga: 'Omnibus Law' RUU Cipta Kerja Diketok jadi UU, Buruh Tolak dan Serukan #JegalSampaiGagal

Mogok nasional terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota mulai dari Selasa, 6 Oktober - Kamis, 8 Oktober 2020. Mogok akan melibatkan pekerja di sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, hingga logistik dan perbankan.

Selain itu, sedikitnya ada tujuh poin utama yang ditolak oleh para buruh beserta konfederasi lainnya dalam RUU sapu jagat tersebut.

Pertama, para buruh menilai draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan menghapus ketentuan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Baca Juga: Partai Demokrat Tegas Tolak RUU Cipta Kerja dibawa ke Paripurna Ini Alasannya

Kedua, pihaknya menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.Ketiga, terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dinilai kontrak seumur hidup dan tidak ada batas waktu kontrak.

Keempat, para buruh juga menolak rancangan aturan mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa jenis pekerjaan. Kelima, buruh menilai dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pekerja berpotensi akan mendapatkan jam kerja yang lebih eksploitatif.

Keenam, buruh menilai hak cuti akan hilang apabila Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan. Ketujuh, buruh juga menyoroti potensi karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang kehilangan jaminan pensiun dan kesehatan.***

Editor: Tri Widiyanti

Sumber: RRI.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x