Memahami UU Penyiaran, Isi dan Maknanya

- 31 Agustus 2020, 07:30 WIB
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran./ANTARA
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran./ANTARA /

RINGTIMES BALI - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran ramai diperbincangkan di media sosial dan menjadi sorotan publik.

Pemicunya adalah dua stasiun televisi di Indonesia, yaitu PT Visi Citra Mitra Mulia (iNews TV) dan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) melayangkan gugatan atas UU Penyiaran tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengajuan uji materi perihal UU Penyiaran ini diajukan keduanya pada Juni lalu dengan nomor perkara 39/PUU-XVIII/2020.

Baca Juga: Polri Kantongi CCTV dan Sampel 15 Titik Lokasi, Investigasi Penyebab Kebakaran Kejagung

Menurut pemerintah, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka masyarakat tidak dapat mengakses media sosial secara bebas.

Mungkin banyak yang belum paham tentang Undang-undang dimaksud.

Berikut penjelasannya :

Undang-Undang Penyiaran (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan penyiaran yang berlaku di Indonesia[1].

Baca Juga: Terungkap, Tiga Oknum TNI Serang Polsek Ciracas, Sanksi Hukum Menanti

Hal itu mencakup tentang asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran nasional, mengatur tentang ketentuan Komisi Penyiaran Indonesia, jasa penyiaran, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Berlangganan, Lembaga Penyiaran Komunitas, Lembaga Penyiaran Asing, stasiun penyiaaran dan jangkauan siaran, serta perizinan dan kegiatan siaran.

Makna yang terkandung bahwa dalam Undang-undang tersebut adalah:

1. Pada ayat 1 menerangkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memajukan budaya asli bangsa Indonesia di era modernisasi serta memberi kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk mengembangkan atau menampilkan budaya di tiap-tiap daerah bangsa Indonesia yang tentu berbeda-beda.

Baca Juga: ASN Pemko Banda Aceh Ditracking, Soal Wawakot Zainal Arifin Positif Covid-19

Selama budaya tersebut tidak melanggar norma bangsa Indonesia dan hukum bangsa Indonesia yang sudah berlaku dan dapat diterima oleh masyarakat sekitar

2. Pada ayat 2 negara menghormati/mengakui bahasa daerah yang ada di tiap-tiap wilayah negara Indonesia,ini menandakan ketika menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari bukanlah suatu tindakan melanggar hukum.

Dan Bahasa daerah tidak perlu diganti dengan Bahasa Indonesia yang sudah ditentukan dengan EYD.

Baca Juga: Ini Penyebab Posisi Wapres Ma'ruf Amin Rentan 'Digoyang', Cak Hamid: Saran Saya Dia Balik ke NU

Karena Bahasa Daerah merupakan kekayaan budaya nasional.Yang patut dipelihara dan dilestarikan karena itu merupakan warisan nenek moyang negara Indonesia.

Bagaimanapun semoga Undang-undang apapun yang berlaku di Negara kita tidak memasung Hak Asasi Manusia dan bertumpu pada kepentingan rakyat, bukan pribadi atau golongan.***(Yuliani Dewi)

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x