"Tidak heran banyak pendapat yang bilang UMR Jogja nggak perlu tinggi-tinggi karena biaya hidup di sini sudah sangat murah dan kota ini sudah sangat nyaman dan ini adalah masalah yang besar kawan-kawan,” sambungnya.
Ia menuturkan kembali bahwa hal tersebut tidak sepatutnya dibenarkan karena kebutuhan manusia untuk menunjang hidup bukan terbatas hanya soal hidangan.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Cancer, Leo, dan Virgo Seminggu Kedepan: Ada Kesempatan Bertemu Orang-orang Baru
Nasi yang dimakan memang jauh lebih murah, harga kosan memang jauh lebih terjangkau. Tetapi, harga rumah di sini sangat mahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Bali.
Harga rokok sama saja dengan Jakarta, harga motor, harga mobil, harga handphone dan banyak barang lainnya tidak memiliki diferensiasi yang berarti.
Apa yang dinamakan biaya hidup murah tentu tidak bisa disederhanakan hanya dengan berpatok pada harga es teh manis dan nasi kucing.
Jika dibandingkan dengan Semarang yang biaya hidup dan kondisi yang relatif mirip dengan Jogja dengan transportasi publik yang lebih terkoneksi bisa memiliki UMR lebih dari Rp3 juta sedangkan UMR Jogja sekarang hanya berkisar Rp2,1 juta.
Bila dibandingkan dengan Jakarta menggunakan survei terakhir BPS pada tahun 2018, menurut survei pengeluaran per kapita nominal tahunan di Jogja sebesar Rp32.724.000 sedangkan di Jakarta berkisar Rp53.592.000.
Sementara UMR Jogja 1,7 dan UMR Jakarta 3,6 di tahun itu. Dengan demikian, ketika UMR Jogja hanya 47 persen dari UMR Jakarta, biaya hidup di Jogja sudah mencapai 61 persen biaya hidup di Jakarta.