Ndasmu Etik dan Keteramcaman Muka

- 19 Desember 2023, 16:36 WIB
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum,
Dekan FKIP Universitas Dwijendra, Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum, /Ringtimes Bali/Pikiran Rakyat Media Network/Andre

RINGTIMES BALI - Makian atau umpatan tampaknya bukan merupakan sesuatu yang tabu lagi. Banyak tokoh politik atau pemuka agama yang melanggar kesantunan dalam berbahasa. Figur publik tersebut secara terbuka menyampaikan makian terhadap orang yang dianggap tidak sejalan pikirannya dengannya. Mereka memaki seolah-olah tidak bersalah tetapi sebenarnya makian yang ditujukan kepada pihak yang dianggap lawan sungguh menyakitkan. Makian itu diumbar lewat media sosial. Tampaknya kesantunan yang merupakan ciri masyarakat ketimuran mungkin mulai memudar.

Dalam peristiwa komunikasi, peserta komunikasi berharap agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Akan tetapi, peristiwa komunikasi terkadang berjalan tidak baik. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksepahaman antara peserta komunikasi. Dalam situasi seperti itu, peserta komunikasi dapat mengekspresikan segala bentuk ketidaksenangannya, ketidakpuasannya dengan makian.

Makian merupakan kata keji yang diucapkan karena marah dan sebagainya (KBBI, 2005:702). Kata makian dapat menunjuk pada benda, binatang, kekerabatan, makhluk halus, organ tubuh, aktivitas, pekerjaan, jenis keadaan dan usia. (Wijana dan Rohmadi, 2010: 111-124). Makian juga digunakan tidak hanya untuk mengekspesikan kemarahan, tetapi makian juga dapat digunakan untuk mengekspresikan kebahagiaan, kesedihan, dan bercanda. (Wijana dan Rohmadi, 2010:10).

Ketika orang merasa gembira dapat diekspresikan dengan makian. Makian ini tidak dirasakan sebagai bentuk kekerasan verbal karena orang yang mendengar atau lawan bicara mengetahui bahwa makian tersebut untuk menyatakan kebahagiaan. Begitu pula, makian kerap digunakan dalam berkomunikasi untuk menandakan keakraban antara petutur dan penutur. Makian yang dipergunakan pada sistuasi seperti itu tidak menyebabkan lawan tutur tersinggung.

Makian dapat mengancam muka lawan tutur apabila makian itu digunakan untuk mempermalukan seseorang. Dalam pertengkaran makian sering digunakan untuk menghina orang yang diajak bertengkar. Hinaan yang diujarkan tentu membuat orang yang dihina merasa tersinggung. Saat ini makian dipergunakan secara vulgar tidak saja digunakan oleh masyarakat kalangan menengah dan bawah tetapi juga digunakan kalangan atas yang notabene merupakan elit politik atau publik figur. Makian yang digunakan cenderung untuk menyerang secara verbal seseorang yang tidak sehaluan dengan dirinya.

Akhir-akhir ini netizen dihebohkan dengan pernyataannya “Etik, Etik, Ndasmu” oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Prabowo menganggap pernyataannya soal 'etik ndasmu' ketika Rakornas Gerindra yang beredar di media sosial merupakan hal biasa. Ia meminta agar pernyataan soal 'etik ndasmu' itu tak perlu dibesar-besarkan. Menurutnya, sebagai orang Banyumas dirinya biasa bicara seperti itu.
Diduga kata ndasmu etik yang diucapkan Prabowo adalah menanggapi pertanyaan dari Anies Baswedan soal putusan MK di acara debat capres pada Selasa (12/12/2023) lalu.

Kesantunan dalam berkomunikasi antar petutur dan penutur perlu dijaga. Secara umum kesantunan didefinisikan sebagai kepatutan sosial yaitu tindakan dimana seseorang menunjukkan tingkah laku yang teratur dan menghargai orang lain sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Konsep kesantunan banyak dibicarakan oleh para pakar dalam bidang sosiolinguistik antara lain Lakoff (1975:53) yang menyatakan bahwa bersikap sopan adalah mengatakan sesuatu hal yang berhubungan dengan masyarakat dengan benar. Dengan pendekatan yang lebih umum Fraser dan Nolen (1981:96) berpendapat bahwa untuk menjadi santun seseorang harus mematuhi aturan yang berlaku dalam setiap ikatan sosial. Seorang penutur akan dianggap tidak santun manakala dia melanggar aturan yang berlaku. Konsep kesantunan berkaitan erat dengan unsur benar dan salah sikap seseorang yang diukur dengan alat yang bernama aturan. (Syahrin, tt:3)

Pendekatan tentang kesantunan yang paling berpengaruh adalah teori yang dirumuskan oleh (Brown dan Levinson 1987), yang dikaitkan dengan konsep penyelamatan muka. Para pakar ini mengartikan kesantunan sebagai melakukan tindakan yang mempertimbangkan perasaan orang lain yang didalamnya memperhatikan positive face (muka positif), yaitu keinginan untuk diakui dan negative face (muka negatif) yaitu keinginan untuk tidak diganggu dan terbebas dari beban. Kebutuhan muka dianggap berlaku dalam seluruh tataran budaya dimana muka dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat hilang, perlu dijaga, atau perlu didukung. Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa muka secara terus-menerus berada dalam kondisi beresiko karena segala bentuk tindakan berbahasa yang disebut face threatening act (FTA) ‘tindakan mengancam muka’ (Syahrin,tt:4) dalam berkomunikasi, orang yang terlibat dalam berkomunikasi hendaknya saling menyelamatkan muka sehingga proses berkomunikasi dapat dilakukan dengan santun.

Seorang tokoh dan calon pemimpin hendaknya memberikan contoh kesantunan dalam berkomunikasi. Tutur kata menunjukkan kepribadian seseorang. Tutur kata perlu dijaga jangan sampai tutur kata menyebabkan luka pada lawan bicara.*** Karya tulis Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. (Dekan FKIP Universitas Dwijendra)

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah