Prof Zubairi Djoerban Jelaskan Beberapa Fakta Mengenai Ganja Medis

- 2 Juli 2022, 13:08 WIB
Berikut penjelasan terkait beberapa fakta menarik mengenai ganja untuk keperluan medis, oleh Profesor Zubairi Djoerban.
Berikut penjelasan terkait beberapa fakta menarik mengenai ganja untuk keperluan medis, oleh Profesor Zubairi Djoerban. /pexels.com/Kindel Media

RINGTIMES BALI – Sikapi isu legalisasi ganja medis yang bergulir hingga menjadi perbincangan publik, Prof Zubairi Djoerban beberkan sejumlah fakta menarik.

Isu legalisasi ganja medis kembali mencuat setelah viralnya seorang ibu bernama Santi Warastuti yang membentangkan poster dengan tulisan "Tolong anakku butuh ganja medis".

Melalui akun twitter resminya Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Prof Zubairi Djoerban menjelaskan mengenai sejumlah hal tentang ganja medis untuk pengobatan.

Baca Juga: Ganja Medis, Pahami 4 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Pengaruhnya Terhadap Otak

"Merupakan fakta bahwa ganja medis itu legal di sejumlah negara, bahkan untuk nonmedis. Namun tidak sepenuhnya aman...," tulis @ProseforZubairi pada Rabu, 29 Juni 2022.

Ganja medis tidak sepenuhnya aman, maka diperlukan penggunaan dan pengawasan yang ketat oleh tenaga kesehatan profesional, agar dapat terhindar dari ancaman penyalahgunaan yang dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan.

"Banyak sekali studi tentang ganja. Beberapa bisa menjadi obat, namun masih banyak juga yang belum diketahui tentang tanaman ini dan bagaimana ia berinteraksi dengan obat lain serta tubuh manusia," tulis @ProfesorZubairi.

Baca Juga: Ex Napi Lapas Kerobokan Bali Selundupkan 2 Kilo Ganja di Kamar Kost

Selanjutnya, Prof Zubairi menyebutkan bahwa sudah ada beberapa obat ganja di negara tertentu yang telah mendapatkan persetujuan dari FDA, seperti :

(1) Epidiolex yang mengandung cannabidiol murni (CBD), obat ini digunakan untuk mengobati kejang dan kelainan genetik langka.

(2) Obat sintesis tetrahydrocannabinol (THC), untuk mengobati mual pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi dan untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien AIDS.

"Apakah ada temuan kalau obat ganja lebih baik? Belum ada bukti obat ganja lebih baik, termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi," terang Prof Zubairi melalui cuitannya.

Baca Juga: Instruktur Surfing di Bali Jadi Pengedar Ganja Berkedok Penenang Saat Berselancar

"Namun ganja medis bisa menjadi pilihan atau alternatif, tapi bukan yang terbaik. Sebab, belum ada juga penyakit yang obat primernya adalah ganja," tambahnya.

Prof Zubairi menjelaskan bahwa para ilmuwan tidak mempunyai bukti yang cukup untuk menyatakan konsumsi ganja nonmedis aman bagi tubuh manusia.

Yang jelas merokok menggunakan ganja dapat merusak paru-paru dan sistem kardiovaskuler.

Baca Juga: Pria Jepang Digrebek di Kuta Gegara Kedapatan Bawa Ganja

Bahkan penggunaan produk vaping yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC) berkaitan dengan cedera paru-paru dan kematian.

Prof Zubairi juga menyatakan, studi penggunaan ganja medis (THC dan CBD) untuk cerebral palsy memang sudah ada, namun tingkat manfaatnya masih rendah.

Oleh karena itu diperlukan bahasan khusus oleh para ahli terkait upaya untuk menolong anak dari Ibu Santi Warastuti.

"Saya harus benar-benar menimbang, apakah ganja lebih aman daripada obat lain yang akan saya resepkan," ungkap Prof Zubairi dalam utasnya.

Baca Juga: Anak Ketua DPRD Badung Jadi Tersangka Atas Kepemilikan 495 Gram Ganja

"Bagaimana kemungkinan interaksi obat, apakah justru memperburuk kecemasan atau berpotensi menyebabkan gangguan psikotik. Banyak hal," tambahnya.

Setiap obat memiliki efek samping, bahkan efek yang serius termasuk ganja medis. Maka, kemungkinan adanya efek samping tersebut harus dapat diminimalisir.

Hal yang sangat krusial yakni ketepatan dosis, yang mana harus benar-benar diperhitungkan demi menjaga kondisi pasien sehingga mendapatkan efek obat yang dituju.***

Editor: Rian Ade Maulana

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah