Dipolisikan Karena Sengketa Lahan Laba Pura, Prajuru Banjar Adat Pande Surati Presiden Minta Perlindungan

21 Maret 2023, 14:37 WIB
Prajuru Banjar Adat Pande, Desa/Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Ketut Sulatra (tengah). /RINGTIMES BALI/Laurensius Adrian Putra Segu

 

RINGTIMES BALI - Prajuru Banjar Adat Pande Desa/Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, I Ketut Sulatra memohon perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Presiden Joko Widodo, lantaran dirinya dipolisikan oleh Bendesa Adat Abiansemal, I Wayan Sukarma, dengan tuduhan melakukan tindak pidana pemalsuan atau menggunakan surat palsu dalam permohonan sertifikat hak milik (SHM) tanah Laba Pura Dalem Dwi Jendra.

Ketut Sulatra mengatakan pada laporan polisi bernomor: LP/B/192/IV/SPKT/Polda Bali tersebut, dirinya dituduhkan pada tanggal 8 Juli 2021 telah menyambangi kantor Badan Pertanahan (BPN) Badung.

"Padahal kenyataanya pada tanggal tersebut, saya tidak pernah datang ke kantor BPN Badung," ungkap Sulatra, Selasa 21 Maret 2023.

 Baca Juga: Prediksi Cuaca untuk wilayah Nusa Dua dan Sekitarnya, Rabu, 22 Maret 2023

Karena merasa tidak pernah datang dan tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dituduhkan pelapor, maka Sulatra bersama tokoh Banjar Adat Pande lainnya mendatangi Kasi Badan Sengketa dan Perkara (BSP) Kantor BPN Badung untuk menanyakan keberadaan nomor NOP yang tidak dirinya ketahui itu.

"Ternyata nomor NOP dalam pengajuan sertifikat adalah berdasarkan penelitian dari staff BPN yang menangani permohonan SHM Pura Dalem Dwi Jendra, dan penulisan NOP itu dilakukan oleh staf kantor BPN tanpa sepengetahuan pemohon," beber Sulatra.

Ia mengatakan, sejatinya objek sengketa tanah seluas 38 are itu, telah menjadi pembicaraan antara pihak Desa Adat Abiansemal dengan Banjar Adat Pande sejak tahun 1990-an. 

 Baca Juga: Jelang Nyepi 2023, Disperindag Bali Sebut Tak Ada Lonjakan Harga Barang Pokok yang Signifikan

Pengusulan pengajuan sertifikat objek tanah tersebut bahkan sudah berdasarkan hasil musyawarah, yang memandatkan dirinya selaku prajuru adat banjar untuk membuatkan SHM.

“Dari pembuatan itu, kok bisa menjadi tersangka, padahal kita sudah legowo jika mau damai dengan persyaratan adanya bukti surat Pipil (alat bukti kepemilikan hak atas tanah)," ujarnya.  

Disamping itu, Bendahara Banjar Adat Pande, I Gede Sudarma menerangkan bukti yang dimaksud ialah Pipil 802.

 Baca Juga: Prediksi Cuaca untuk Kota Denpasar dan Sekitarnya, Rabu, 22 Maret 2023

Sebab dari Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dengan nomor 911, 914, dan 915 tahun 1985 memiliki dasar Alas Hak dari Pipil 802.

Sudarma menerangkan dalam hal ini pihak Banjar Pande tidak mencari menang atau kalah, justru akan mendukung Bendesa Adat Abiansemal bilamana bendesa memperoleh Asal Hak dari Pipil 802 dan berletak di Banjar Pande.

"Saat itu juga Banjar Pande akan menyerahkan tanah ini ke Desa Adat. Tapi mohon tunjukkan dulu Pipil 802, karena ada perbedaan Lokus yaitu di Subak Latu, Subak Abiansemal, dan Subak Banjar Pande, ciri subak adalah adanya Pura Subak, ini tidak ada. Yang ada hanya (pura) Subak Latu," terang Sudarma.

 Baca Juga: TPS Lembongan Recycle Wahyu Ludes Dilahap Si Jago Merah, Total Kerugian Capai Ratusan Juta

Lebih lanjut dia menuturkan menginginkan penyelesaian konflik ini secara mediasi, dan hal itu telah tiga kali diadakan.

Pertama dilakukan di Kantor BPN Badung, pada 10 September 2021, lanjut pada 9 Desember 2021 dan yang terakhir pada 22 Desember 2021 lalu. Namun upaya itu semua, sampai saat ini belum menemukan titik terang.***

Editor: Mahatmanta

Tags

Terkini

Terpopuler