Pemerintah Sebut Bermanfaat, Ini Alasan Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Salah Satunya Hak Cuti

6 Oktober 2020, 18:00 WIB
Pemerintah Sebut Bermanfaat, Ini Alasan Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Salah Satunya Hak Cuti /Pikiran-rakyat.com

RINGTIMES BALI - Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, tetap menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Bahkan sejak masih berupa pembahasan RUU telah ramai diperbincangkan

Pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin berlangsung pembahasan RUU Cipta Kerja di gedung DPR. Hingga pada akhirnya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah diketok palu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sehingga RUU Cipta Kerja kini telah sah menjadi Undang-Undang (UU) melalui sidang paripurna DPR RI yang digelar kemarin, Senin 5 Oktober 2020.

Baca Juga: Kenneth William di Ancam Hukuman Penjara 6 Tahun Usai Beredarnya Video Tiktok Pelecehan Masjid

UU tersebut diketok palu oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, dan secara resmi mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat, sebagaimana dimuat dalam artikel sebelumnya di PORTAL JEMBER dengan judul Poin Penting Omnibus Law UU Cipta Kerja, Simak 3 Poin Kesepakatan DPR dan Pemerintah

Omnibus Law ini mengundang kontroversi dari berbagai pihak, terutama para buruh dan pekerja, yang tentunya kontra dengan kesepakatan DPR dan Pemerintah yang turut mengesahkan RUU ini.

Berikut poin-poin penting yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut

Baca Juga: Bisa Hidup Sampai 200 Tahun, Ini 7 Fakta Menarik Ikan Koi

POIN-POIN KESEPAKATAN DPR DAN PEMERINTAH:

Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, RUU Cipta Kerja dapat mendorong debirokratisasi.

Menurutnya, dengan adanya debirokratisasi, secara otomatis pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) dan penggunaan sistem elektronik.

1. Manfaat Perlindungan Kepada Pekerja

Hartarto menegaskan, yang terpenting adalah manfaat yang akan didapat masyarakat setelah berlakunya UU Cipta Kerja ini yang akan mampu meningkatkan perlindungan kepada pekerja seperti adanya kepastian dalam pemberian pesangon.

Baca Juga: Harga Terbaru Samsung Galaxy Seri A Oktober 2020, Mulai 1 Jutaan

Pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dalam pemberian pesangon tersebut. Serta, JKm atau Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) dan tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.

2. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Selain itu, nantinya juga ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagaimana UU Ketenagakerjaan yang telah mengatur jam kerja khusus untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya tidak dapat melakukan jam kerja yang umum, yang akan mengacu pada trend pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital, termasuk untuk Industri 4.0 dan ekonomi digital.

Baca Juga: Ancaman Potensi Tsunami Semakin Nyata, BMKG Jalankan Skema Skenario Sunda Trench, Apakah Itu?

Jika persyaratan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan hak cuti seperti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

3. Manfaat bagi Pelaku atau Pemilik Usaha

Bagi pelaku atau pemilik usaha, akan mendapat manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan izin usaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan standar.

Pemberian hak dan perlindungan pekerja/buruh dapat dilakukan dengan baik serta akan meningkatkan daya saing dan produktivitas.

Baca Juga: Tips Aglonema Cepat Beranak-pinak, Jangan Buang Cucian Air Beras!

Bahkan, pelaku usaha juga akan mendapatkan insentif dan kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi.

Tak hanya itu, lanjut Hartarto, dengan adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas, bertujuan untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan Pemerintah.

Pelaku atau pemilik usaha juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi. Dimana pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.

Baca Juga: Pilih Investasi Terbaik, tak Ada Salahnya Kamu Pilih ORI018, Ini 7 Manfaatnya Dijamin Aman

POIN-POIN YANG DITOLAK BURUH DAN PEKERJA:

1. Penghapusan Upah Minimun Kota/Kabupaten (UMK)

UU Cipta Kerja akan menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).

Sedangkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai UMK tidak perlu diberikan syarat, karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.

Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.

Baca Juga: Pilih Investasi Terbaik, tak Ada Salahnya Kamu Pilih ORI018, Ini 7 Manfaatnya Dijamin Aman

2. Pemangkasan Nilai Pesangon

Pemangkasan pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, dimana pesangon selama 19 bulan dibayar pengusaha, dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

3. Tak Ada Batas Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Dengan adanya PKWT yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak, berarti kontrak tersebut dapat berlaku sampai seumur hidup.

4. Karyawan Kontrak dan Outsourcing Seumur Hidup

Pada poin keempat ini, KSPI mengatakan bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab, masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.

Baca Juga: Patut Dicontoh! Polwan di NTB Ini Viral Pangku Anak saat Tugas, Dapat Penghargaan Lho

5. Jam Kerja Eksploitatif

Dengan adanya jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas ini, jelas dinilai sangat merugikan fisik dan waktu para pekerja atau buruh.

6. Penghilangan Hak Cuti dan Hak Upah Atas Cuti

Penghilangan hak buruh dan pekerja untuk cuti dan upah atas cutinya ini ditentang berbagai pihak.

Pernyataan kontra juga juga disuarakan oleh Komisi Nasional (Komnas), pihaknya mengatakan perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.

Baca Juga: Sungguh Bejat! 3 Pasangan ABG di Aceh Terciduk Warga Tengah Pesta Seks di Rumah Kosong

7. Ancaman Hilangnya Pensiun dan Kesehatan Buruh

UU tersebut juga mengancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan para pekerja dan buruh, lantaran adanya kontrak yang tidak terbatas waktu alias seumur hidup.***(Tim Portal Jember)

Editor: I GA Putu Yuliani Dewi

Sumber: Portal Jember (PRMN)

Tags

Terkini

Terpopuler