UU Cipta Kerja Sah, Siapa Saja yang Termasuk Buruh?

6 Oktober 2020, 12:13 WIB
UU Cipta Kerja Sah, Siapa Saja yang Termasuk Buruh? /Fix Indonesia - Ipan Sopian/

RINGTIMES BALI - Pada sidang paripurna Senin, 5 Oktober 2020 akhirnya DPR dan pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. 

Keputusan ini menuai gelombang protes yang besar dari masyarakat. Aksi mogok nasional pun direncanakan sebagai bentuk protes kelompok buruh terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.

Rencananya, para serikat buruh akan menggelar aksi mogok nasional pada tanggal 6, 7, dan 8 Oktober 2020, sebagaimana dimuat dalam artikel sebelumnya di PORTAL JEMBER dengan judul Jadi Kelompok Paling Terdampak UU Cipta Kerja, Siapa Saja yang Termasuk Buruh?

Baca Juga: Ini 14 Pasal Bermasalah dan Kontroversial di UU Cipta Kerja, Mogok Kerja Berlanjut

Tak heran jika suara protes terhadap keputusan DPR dan pemerintah ini terdengar begitu lantang. Pasalnya, sejak awal pembahasan RUU Cipta Kerja telah menuai polemik.

Berbagai aksi protes dilancarkan untuk menggagalkan pengesahan RUU Cipta Kerja hingga akhirnya rancang peraturan tersebut diresmikan oleh DPR dan pemerintah.

Penolakan terhadap UU Cipta Kerja dari berbagai kalangan berangkat dari alasan yang sama, yakni aturan ini dinilai akan sangat merugikan masyarakat, terutama kaum buruh.

Baca Juga: Selatan Bali Masuk Daftar Wilayah Terancam Potensi Gempa dan Tsunami, Ini Kata BMKG

Kesejahteraan dan hak-hak kaum buruh dipangkas sehingga gaung penolakan terhadap UU Cipta Kerja begitu besar.

Berbicara mengenai UU Cipta Kerja dan buruh, sebenarnya siapa saja yang termasuk dalam kelompok buruh?

Apakah kelompok buruh hanya mereka yang "berkerah biru"? Apakah para karyawan kantor tidak masuk kelompok buruh?

Baca Juga: Viral Penolak Omnibus Law Dimatikan Mikrofonnya, Andi Arief Sindir Puan Maharani, Kok Bisa?

Menurut Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), untuk mengetahui siapa saja yang termasuk kelompok buruh, perlu mengetahui pengertian dari buruh atau pekerja.

Dalam Pasal 1 Ayat (3) UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Definisi ini sangat membantu untuk memahami bahwa para pekerja kantoran juga termasuk buruh karena menerima upah reguler, umumnya bulanan, atas kerja yang telah dilakukan.

Baca Juga: Masya Allah, Benarkah Napi Chai Changpan Sempat Sholat di Hutan Tenjo, Polisi masih Memburunya

Masih dalam UU yang sama mengenai hubungan kerja, yakni hubungan antara pengusaha dengan buruh berdasarkan perjanjian kerja.

Tepatnya pada Pasal 1 Ayat (15), dijelaskan bahwa perjanjian kerja ini memiliki unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Definisi mengenai buruh ini tidak menjelaskan tempat buruh tersebut bekerja sehingga buruh bukan hanya pekerja yang bekerja di pabrik.

Baca Juga: 5 Aplikasi Penghasil Uang Versi Tube Indonesia, Uangnya Terbukti Ditransfer

Misal, seseorang memperoleh tawaran kerja dari pemberi kerja. Kemudian, mereka melakukan kesepakatan melalui pesan WhatsApp, maka seseorang tersebut adalah buruh menurut definisi undang-undang.

Sementara itu, persoalan yang paling substansial untuk membedakan buruh dan pengusaha adalah kepemilikan alat produksi.

Mereka yang memiliki alat produksi dan membayar orang lain untuk mengoperasikan alat produksi tersebut adalah para pengusaha.

Baca Juga: Sambut Ultah Park Jimin BTS 13 Oktober, Jimin Zodiak Libra Cocok dengan Aries

Sedangkan mereka yang mengoperasikan alat produksi, menerima upah reguler, adalah kelompok buruh.

Apakah seseorang yang bekerja dengan perangkat atau gawai milik pribadi disebut buruh? Tentu saja, bahkan hal ini membuat pengusaha mengeluarkan modal yang lebih sedikit.

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa karyawan, pekerja, mitra, freelancer, profesional adalah istilah-istilah lain untuk menyebut buruh.***(Lulu Lukyani/Portal Jember)

Editor: I GA Putu Yuliani Dewi

Sumber: Portal Jember (PRMN)

Tags

Terkini

Terpopuler