Tidur dengan Lampu Menyala Bisa Sebabkan Masalah Otak hingga Penyakit Kronis

28 Desember 2020, 18:00 WIB
Tidur dengan Lampu Menyala Bisa Sebabkan Masalah Otak hingga Penyakit Kronis. /Pexels/Andrea Piacquadio

RINGTIMES BALI – Sebagian orang mungkin lebih suka tidur dengan lampu yang menyala namun sebagian lainnya tidak suka menggunakan cahaya lampu selagi tidur.

Ternyata, mematikan lampu ketika tidur lebih bermanfaat daripada tidur dengan lampu yang menyala. Padahal, seseorang bisa mendapatkan kualitas tidur yang baik dan lebih nyenyak dengan lampu yang tidak menyala.

Sebagian besar anak-anak mungkin memiliki sejenis ketakutan tertentu apabila lampu dimatikan. Namun, mematikan lampu pada waktu tidur lebih dari sekadar pengantar tidur yang umum. 

Baca Juga: Tren Fesyen Kaos T-Shirt Buat Wanita Makin Modis dan Percaya Diri

Faktanya, keputusan untuk mematikan lampu atau membiarkannya menyala dapat memengaruhi kesehatan tubuh.

Namun masalahnya terletak di luar lampu dan lampu langit-langit. Cahaya mengelilingi kita dari berbagai sumber, termasuk lampu jalan, televisi, dan cahaya biru yang dipancarkan dari perangkat elektronik kita, seperti ponsel, komputer, dan tablet.

Tidur dengan lampu menyala dianggap merugikan. Selanjutnya, kurang tidur yang berkualitas dapat menyebabkan berbagai konsekuensi kesehatan. 

Baca Juga: Tak Hanya Pengaruhi Sistem Reproduksi, Kenali 6 Efek Menopause Pada Wanita

Cobalah untuk mempertimbangkan untuk mematikan lampu sebelum tidur karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan.

Seperti yang dilansir dari laman Healthline, berikut beberapa efek samping yang diperoleh dari tidur dengan lampu yang menyala yaitu,

1. Mempengaruhi otak

Paparan cahaya ketika tidur membuat otak sulit untuk tidur lebih nyenyak. Semakin dangkal atau tidur ringan yang didapatkan di malam hari, semakin banyak osilasi (aktivitas) otak yang memungkinkan untuk tidur lebih dalam akan terpengaruh secara negatif.

Baca Juga: 6 Manfaat Menikah di Usia Muda, Menurut Penelitian Ini Katanya Lebih Bahagia

Selain kondisi yang secara langsung memengaruhi otak, kurang tidur karena paparan cahaya juga dikaitkan dengan efek samping berikut diantaranya,

2. Depresi

Tidur dengan lampu menyala dikaitkan dengan depresi. Utamanya, cahaya biru dari perangkat elektronik mungkin memiliki efek terburuk pada suasana hati.

Kurang tidur juga bisa menyebabkan kemurungan dan mudah tersinggung. Anak-anak yang kurang tidur mungkin lebih hiperaktif.

Baca Juga: 8 Tips Menenangkan Pasangan Supaya Dia Percaya Lagi

3. Kegemukan

Dalam penelitian yang dilakuka pada wanita menunjukkan bahwa obesitas lebih banyak terjadi pada mereka yang tidur dengan televisi atau lampu menyala.

Selain itu, peserta penelitian 17 persen lebih mungkin untuk mendapatkan sekitar 11 pound dalam satu tahun. 

Lampu di luar ruangan ditemukan tidak terlalu besar dibandingkan dengan sumber cahaya di dalam kamar tidur.

Baca Juga: 9 Kebiasaan yang dapat Merusak Otak, Salah Satunya Bicara Terlalu Lama

Salah satu faktor obesitas yang disebabkan oleh tidur adalah asupan makanan. Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin sedikit tidur, maka semakin banyak makanan yang kemungkinan besar akan makan keesokan harinya. 

Hal ini dapat memengaruhi waktu makan juga. Di sisi lain, makan ketika larut malam dapat menyebabkan penambahan berat badan.

4. Kecelakaan

Tidak mendapatkan tidur yang cukup berkualitas membuat kewaspadaan menjadi berkurang keesokan harinya. 

Baca Juga: Kebiasaan Duduk Terlalu Lama Ternyata Bisa Sebabkan Penyakit Ini

Hal ini bisa sangat berbahaya jika mengendarai mobil atau jenis mesin lainnya. Orang dewasa yang lebih tua mungkin juga lebih rentan mengalami kecelakaan.

Dengan demikian, tak heran apabila kebanyakan kecelakaan yang terjadi diketahui karena masalah kurangnya tidur termasuk yang terjadi di Indonesia.

5. Meningkatnya risiko penyakit kronis

Jika cahaya terus mengganggu tidur dalam jangka panjang, maka bisa meningkatkan risiko penyakit kronis tertentu.

Di samping berisiko obesitas, tidur dengan lampu menyala juga dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung, dan diabetes tipe 2.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: Healthline

Tags

Terkini

Terpopuler