RINGTIMES - Myanmar mengalami krisis kekacauan akibat militer mengambil alih kekuasaan dari tangan pemimpin terpilih Aung an Kyi Februari 2021 lalu.
Hal tersebut menyebabkan aksi protes dan pemogokan harian yang telah menyebabkan bisnis dan menjadi lumpuh.
Tindakan protes dilakukan di seluruh Myanmar pada hari Sabtu, 6 Maret 2021, media lokal melaporkan bahwa polisi menembakkan peluru gas air mata dan granat setrum untuk membubarkan protes di distrik Sanchaung di Yangon, kota terbesar di negara itu.
Baca Juga: Suasana Prosesi Pemakaman Deng Jia Xi, Remaja yang Tewas dalam Aksi Kudeta Myanmar
Hal itu terjadi setelah utusan khusus Perserikatan Bangsa-bangsa tiba di Myanmar untuk mendesak miiliter Junta bertanggungjawab atas gugurnya para aksi protes.
Sebelumnya dilaporkan bila lebih dari 50 pengunjuk rasa telah tewas sejak kudeta. PBB menjelaskan bila setidaknya 38 korban berjatuhan pada Rabu kemarin.
Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan Suu Kyi dan militer menghormati hasil pemilihan pada November kemarin, yang dimenangkan oleh Partai Nasional Liga Demokrasi (NLD).
Dewan Keamanan PBB bertindak
Dilansir Ringtimesbali.com dari situ Reuters menjelaskan bila Christine Schraner Burgener selaku Utusan Khusus menanyakan harus berapa kali membiarkan militer Myanmar lolos pada rapat tertutup 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat.