"Dia takut pembangunan negara, serta pekerjaan dan pendapatannya sendiri, akan terganggu. Tapi kami sedang menonton dan kami berharap. Ini bukanlah akhir. Sejarah akan berulang berulang kali," ujarnya.
Sementara beberapa petugas kesehatan mengatakan mereka akan menolak untuk bekerja di bawah militer. Kelompok aktivis Jaringan Pemuda Yangon, salah satu yang terbesar di negara itu, mengatakan pihaknya juga telah meluncurkan kampanye pembangkangan sipil.
Salah satu tanda pertama dari aksi protes terorganisir terhadap kudeta militer. Federasi Serikat Mahasiswa Seluruh Burma (ABFSU) juga mendesak pegawai pemerintah untuk berhenti bekerja untuk kabinet baru.
Baca Juga: China Kembali Kirim Pesawat Tempur, Amerika Serikat Siap Dukung Taiwan
Beberapa warga negara Myanmar meminta masyarakat internasional untuk menekan militer. Dewan keamanan PBB telah dikritik karena kegagalannya menanggapi pelanggaran sebelumnya oleh militer.
Seperti tindakan keras di negara bagian Rakhine pada tahun 2017, yang memaksa 700.000 Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Mereka tetap terdampar di kamp pengungsi yang jorok dan sempit di perbatasan.***