Pertanyakan Sertifikat PKD, Warga Jero Kuta Pejeng Gerudug BPN

- 22 Juli 2020, 21:59 WIB
 Puluhan warga Jero Kuta Pejeng saat mendatangi kantor BPN Gianyar, Rabu (22/7/2020)
Puluhan warga Jero Kuta Pejeng saat mendatangi kantor BPN Gianyar, Rabu (22/7/2020) /

RINGTIMES BALI - Sekitar 50 orang krama Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Tampaksiring mendatangi Kantor BPN Gianyar, Rabu 22 Juli 2020.

Perwakilan dari 70 pekarangan adat ini mempertanyakan sertifikasi tanah PKD (Pekarangan Desa) yang diterbitkan tanpa sosialisasi dan tebang pilih.

Bahkan krama ini menduga ada indikasi pemalsuan olah Prajuru adat dan sudah dilaporkan ke Polres Gianyar.

Baca Juga: Terverifikasi, Obyek Wisata Taman Nusa Buka Agustus

Sekitar Pukul 10.00 Wita, satu persatu Krama Adat Jero Kuta berdatangan ke Kantor BPN Giayar.

Meraka berasal dari Banjar Intaran, Banjar Pande, Banjar Puseh, Banjar Guliang, serta Krama Desa Adat Panglan.

Hingga di depan Kantor BPN, Mereka pun berpencar berupaya menjaga jarak hingga perwakilan masing-masing banjar diterima oleh petugas BPN dalam pertemuan tertutup.

Baca Juga: Asik Duduk Istirahat di Mushola, Ansori Dibacok dan Ditembak Orang Tidak Dikenal

Dari keterangan yang diterima, kedatangan mereka berkaitan dengan sikap keberatan puluhan krama terkait penerbitan sertifikat PKD yang diajukan oleh Prajuru Adat Jero Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan.

Dimana tanpa sosialisasi ke krama, pihak prajuru mengajukan permohonan sertifikasi tanah dan mulai dari proses hingga terbitnya sertifikat tidak ada pemberitahuan ke krama yang menempati atau menguasai tanah tersebut.

Sertifikasi ini dinilai tidak adil, karena justru lahan yang ditempati prajuru adat malah dimohonkan sertifikat sebagai tanah hak milik.

Baca Juga: Kabar Baik, Pasien Covid-19 di Jembrana Tinggal Dua Orang

Usai menemui Petugas BPN, Ibu Putu Puspawati yang menjadi jubir warga yang keberan ini mengatakan, jika pihaknya datang ke BPN untuk mempertanyakan tanah-tanah mereka yang diterbit sertifikat sebagai tanah PKD.

Hal ini sangat merugikan warga karena semua tanah yang mereka warisi dari leluhurnya dijadikan tanah PKD. Padahal, krama sudah mengantongi SPPT atas tanah tersebut.

"Tanah PKD yang dimaksud ini juga tidak jelas batas-batasnya. Karena kami tidak tahu dan tidak diberitahu dalam proses sertifiksi ini," ungkap Puspawati yang juga seorang advokàt Senior ini.

Baca Juga: Susah Tidur Pada Malam Hari? Lakukan 4 Olahraga Ini Secara Rutin

Tidak hanya itu pihaknya juga mengajukan pelaporan terkait dugaan adanya pemalsuan surat dalam proses sertifikasi ini.

Laporan ini ditujukan kepada prajuru terkait dan selanjutnya prosesnya ada di kepolisian untuk menentukan posisi terlapor serta pengambangannya.

"Dari data-data yang kami dapatkan, kaminyakin ada tindak pidana penipuan dalam proses sertifikasi ini," yakinnya.

Baca Juga: Susah Tidur Pada Malam Hari? Lakukan 4 Olahraga Ini Secara Rutin

Ditambahkan oleh I Ketut Sugiarta, bahwa dalam pertemuan dengan petugas BPN ini, diketahui jika pengajukan sertifikasi ini sudah dilakukan sejak tahun 2018 dan penerbitan sertifikat tahun 2019.

"Atas keberatan kami ini, Pihak BPN memberikan waktu kepada kami untuk menyampaikan keberatan hingga bulan Agustus. Krama yang menyapampaikan keberatan, dipastikan pengeluaran sertifikatnya akan ditunda hingga proses lebih lanjut," terangnya.

Hingga kini sebutnya, krama yang keberatan ada sekitar 70 KK. Lahan krama yang sudah disertifikatkan itu ada sekitar 8,9 hektar.

Baca Juga: [Update] Penanggulangan Covid 22 Juli: Waduh, sehari Bali Tambah kasus Positif 78 orang Total 2.934

Jumlah ini dipastikna akan bertambah, karena masih banyak krama yang belum tau jika tanahnya dijadikan tanah PKD.

Selain itu menjadi aneh, karena lahan yng ditempati oleh prajuru adat ini justru bersertifikat hak milik.

"Tebang pilih inilah yang menimbulkan rasa tidak adil bagi krama," Pungkasnya.

 

Editor: I Ketut Subiksa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah