“Jadi tetap dengan bentuk pakem yang terdahulu cuma paling sedikit dipercantik lagi agar semakin kelihatan estetik di udara. Warna layangan tradisional Bali itu putih, kuning, selem (hitam), dan barak (merah),” jelasnya.
Selain itu, Varga yang merupakan lulusan Antropologi Universitas Udayana itu pun menjelaskan bila gegulak atau sikut merupakan arsitektur layangan yang sudah ada sejak zaman dulu dan tiap musimnya terus mengalami inovasi.
Layangan tradisional Bali sendiri memiliki 3 jenis seperti yang telah ditulis sebelumnya, dimana 3 jenis tersebut adalah, Bebean, Pecuk, dan Janggan.
Ketika ditanya soal alasan kenapa jenis layangan bebean harus ngelog, ia menjelaskan karena jenis tersebut sesuai dengan filosofi dan pakem, dimana layangan Bebean diidentikan dengan ikan yang bergerak di air.
Hal itu lah yang menjadi penilaian dari perlombaan layangan dalam kategori Bebean. Mulai dari elog-elogan yang bagus.
Baca Juga: 3 Jenis Sedekah 'Dana Punia' dalam Hindu yang Jarang Diketahui, Tidak Hanya Berupa Uang
“Suara guwangan harus menonjol, kombinasi warna harus menyatu baru bisa dikatakan layangan itu bagus, dari sudut pandang penilaian nominasi. Namun, kalau hanya sekedar pake hiburan bebas aja sesuka hati kita," tuturnya.
"Selera orang kan berbeda, seni itukan relatif dan fleksibel tanpa ada suatu batasan,” tambahnya.