RINGTIMES BALI - Upacara ngaben adalah upacara pembakaran jenazah yang dilaksanakan oleh umat Hindu, khususnya di Bali.
Ngaben termasuk dalam bagian pitra yadnya, yang dalam kepercayaan Hindu berarti persembahan suci yang tulus ikhlas kepada leluhur.
Tujuan upacara ngaben yaitu untuk mempercepat ragha sarira agar kembali ke asalnya atau mengembalikan roh leluhur ke tempat asalnya.
Baca Juga: Keanehan Sarana Upacara Ngaben yang Tidak Bisa Terbakar Sedikitpun di Setra Tabanan
Upacara ini juga diartikan sebagai wujud cinta kepada leluhur dan bakti seorang anak kepada orang tuanya, seperti dilansir dari situs resmi Kesrasetda Kabupaten Buleleng.
Dalam konotasi halusnya, ngaben juga sering disebut dengan palebon. Palebon berasal dari kata lebu yang berarti prathiwi atau tanah.
Upacara ngaben terdiri dari tiga jenis. Pertama yaitu upacara ngaben ngewangun. Ngewangun berasal dari kata awangun yang diartikan juga sebagai seluruh organ tubuh.
Baca Juga: Makna Ngaben dan Alasan Umat Hindu Meninggal Harus Dibakar, Ternyata Ada Pengecualian
Sehingga dalam jenis ini, seluruh organ tubuh mendapatkan material upakara dan jumlahnya tergolong banyak.
Jenis upacara ngaben kedua yaitu pranawa. Pranawa berasal dari kata prana yang berarti lubang, napas, jalan, dan nawa yang artinya sembilan.
Sesuai dengan namanya, sarana upakaranya hanya tujukan pada sembilan lubang yang ada pada diri manusia.
Kesembilan lubang itu adalah lubang kening, mata, hidung, kerongkongan, pepusuhan, lambung, sendi, dan pantat kemaluan yang memiliki maknanya sendiri,
Terakhir yaitu jenis pengabenan swastha. Swastha terdiri dari su yang berarti luwih, utama, dan astha yang berasal dari kata asthi, berarti tulang, abu.
Swastha adalah pengabenan yang kembali ke intinya tapi tetap memiliki nilai yang utama.
Pengabenan jenis swastha merupakan pengabenan yang dilaksanakan secara sederhana dan menjadi pengabenan tingkat terkecil.
Baca Juga: Arti Ngaben bagi Umat Hindu di Bali, Alasan Kenapa Mayat Harus Dibakar
Upacaranya hanya menggunakan peti jenazah dan pepaga/penusangan untuk digusung ke tempat pengabenan yang disebut dengan setra.
Selain dengan cara dibakar atau ngaben, upacara pengembalian roh leluhur ke tempat asalnya juga biasa dilakukan dengan cara menanam ke dalam tanah, atau sering disebut dengan metanem.***