Sistem Pemilu Terbuka Tetap Berlaku, MK: Menolak Permohonan Para Pemohon untuk Seluruhnya

15 Juni 2023, 22:35 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa. /ADITYA PRADANA PUTRA

RINGTIMES BALI- Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), pada sidang perkara gugatan yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, melalui putusan sidang perkara, menolak permohonan para Pemohon terkait sistem Pemilu tertutup, sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Anwar Usman, dikutip dari Antara, Kamis 15 Juni 2023.

Hakim Konstitusi Saldi Isra, dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 mengatakan, para Pemohon mendalilkan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka, telah mendistorsi peran parpol (partai politik).

Melalui dalil tersebut, lanjut Saldi Isra, hendak menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemilu sejak tahun 2009 sampai 2019, partai politik seperti kehilangan peran sentralnya dalam kehidupan berdemokrasi.

Sementara itu, menurut Mahkamah, dalil para Pemohon merupakan sesuatu yang berlebihan karena, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, partai politik telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar.

Saldi Isra menuturkan bahwa, sejauh ini partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral, yang punya otoritas penuh dalam proses seleksi serta penentuan bakal calon.

Lebih lanjut dijelaskan Saldi Isra bahwa, berkaitan dengan kekhawatiran calon anggota DPR/DPRD yang tidak sesuai dengan ideologi partai, parpol memiliki peran sentral dalam menentukan calon yang dinilai mampu mewakili ideologi, kepentingan, rencana, serta program kerja parpol bersangkutan.

Selain itu, berkaitan dengan peluang terjadinya politik uang dalam sistem pemilu proporsional terbuka, Saldi menjelaskan bahwa pilihan terhadap sistem pemilu baik terbuka maupun tertutup, tetap sama-sama punya potensi terjadinya praktik politik uang.

Maka dari itu, menurut Saldi Isra, praktik politik uang tidak bisa dijadikan dasar atau alasan untuk menuding sistem pemilihan umum tertentu. Tidak hanya itu, dalil para Pemohon seperti distorsi peran partai politik, tindak pidana korupsi, politik uang, hingga keterwakilan perempuan, semata-mata tidak disebabkan oleh sistem pemilihan umum.

Sehingga, lanjut Saldi Isra, Mahkamah menyebutkan bahwa penyempurnaan dalam pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, salah satunya seperti dari sistem kepartaian dan lain sebagainya.***

Baca Juga: MK Putuskan Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka

Editor: Dian Effendi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler