Polres Mabar Disorot, Imbas Tetapkan Direktur PT Omsa Medic sebagai Tersangka

- 23 Agustus 2023, 14:19 WIB
Suasana sidang praperadilan di PN Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Suasana sidang praperadilan di PN Labuan Bajo, Manggarai Barat. /Dok. Ist for Ringtimes Bali/Pikiran Rakyat Media Network

RINGTIMES BALI - Kepolisian Resor (Polres) Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur mendapatkan sorotan. Ihwal ini bermula dari penetapan status tersangka kepada Direktur PT Omsa Medic Bajo berinisial RK, yang diduga melakukan penggelapan jabatan.

Tidak terima dengan status tersebut, RK pun melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo.

Kuasa Hukum RK, Sumarno, S.H menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Mabar cacat prosedural. Pihaknya pun telah mengajukan sidang gugatan praperadilan ke PN Labuan Bajo, pada Senin (14/8/2023).

Menurutnya Satreskrim Polres Mabar seharusnya tidak memproses laporan polisi yang dilakukan oleh Abraham Gunawan yang sama sekali tidak memiliki ikatan bisnis dengan kliennya.

Seperti diketahui, penetapan tersangka bermula dari surat laporan polisi yang dilakukan oleh Abraham Gunawan yang merupakan kuasa hukum dari rekan bisnis RK pada PT Omsa Medic Bajo yakni, Desak Putu Murni.

Sumarno pun mempertanyakan Legal standing pelapor yang bertentangan dengan ketentuan pasal 108 KUHAP dan Perkap no 6 tahun 2019 pasal 1 ayat 14 Jo. Ayat 22.

"Dalam hal ini pelapor jelas tidak memiliki Legal Standing dalam membuat dan mengajukan laporan polisi tersebut. Sehingga Laporan Polisi A quo cacat secara hukum dan sudah sepantasnya tidak ditingkatkan ke penyidikan, namun harus dihentikan penyelidikannya dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka kepada klien saya," ujar Sumarno melalui keterangan tertulis kepada Ringtimes Bali, Rabu (23/8/2023).

Kejanggalan lainnya, menurut Sumarno, adalah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Polres Mabar. Hal ini menjadi cacat hukum karena telah bertentangan dengan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi.

"SPDP tidak pernah dikirimkan penyidik kepada terlapor (RK). Hal ini bertentangan dengan putusan MK no. 130/PUU-XIII/2015 yang mana mewajibkan penyidik mengirimkan SPDP baik kepada JPU, terlapor, maupun korban," terangnya.

Halaman:

Editor: Dian Effendi


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah