DPR Minta Kinerja Mendikbud Nadiem Makarim Dievaluasi

- 28 Juli 2020, 08:00 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww. /

RINGTIMES BALI - Anggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni mengungkapkan sejumlah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai masih memerlukan evaluasi.

Ali juga mengingatkan, agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tidak bermain api dengan kebijakan yang cenderung 'bancakan' atau bagi-bagi dana hibah dari donasi APBN Rp20 miliar.

"Jangan sampai adanya titipan dan di tunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," kata Ali di Jakarta, Senin, 27 Juli 2020.

Baca Juga: Mengais Rejeki Buat Keluarga, Ibu di Bali Tewas Tertimpa Kelapa Muda

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan dana gajah sebesar Rp20 miliar kepada organisasi corporate social responsibility (CSR) Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation.

Ali yang merupakan politisi Gerindra mengaku, telah memprediksi kinerja Nadiem Makarim akan membuat gaduh dunia pendidikan setelah dilantik Presiden Joko Widodo.

"Cukup ironi saat ini ada 3 organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam program organisasi penggerak yaitu NU, Muhammadiyah dan PGRI," tuturnya.

Baca Juga: [Update Covid] di Bali, Positif 3.219, Sembuh Meningkat Tajam

Ali lalu mengungkapkan, yang seharusnya malu dan mengundurkan diri dari program ini yaitu Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU, Muhammadiyah, dan PGRI.

Artikel ini sebelumnya telah terbit di PikiranRakyat-Cirebon.com "Nadiem Makarim Buat Gaduh Dunia Pendidikan, DPR Sebut Kinerjanya Perlu Dievaluasi Kembali" yang dikutip dari RRI.

Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menjadi sorotan banyak mata.

Baca Juga: Kabar Baik 126 Pasien Lagi di Scapa TNI AD Dinyatakan Negatif

Program dengan anggaran Rp657 miliar per tahun ini, dinilai memiliki banyak persoalan didalamnya.

Muhammadiyah menilai, terdapat hal yang janggal dalam penetapan peserta POP ini.

Bahkan Muhammadiyah memprotes terdapat dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

Baca Juga: New Normal, Korem 163/Wirasatya Disipilinkan Fasilitas Publik

"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," jelas Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020.

Lembaga Pendidikan Maarif NU juga memutuskan untuk mundur dari program ini, dikarenakan POP dinilai syarat akan kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal, di mana pada awalnya ia dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

Baca Juga: Umat Muslim di Bali Bisa Rayakan Idul Adha dengan Protokol Kesehatan

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-sayarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya.

Tak berlangsung lama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Baca Juga: Atasi Masalah Sampah, TPA Peh Direvitalisasi

Sama seperti dua pendahulunya, salah satu alasan PGRI mundur dari program kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta POP tidak jelas.

"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi di Jakarta.(Nur Annisa/PR Cirebon)

 

 

 

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Sumber: RRI Pikiran Rakyat Cirebon


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x