Pramono Edhie Wibowo mengatakan, saat itu Angkatan Darat berencana membeli 50 ribu alat bidik untuk senapan serbu SS2 dari luar negeri.
Pihak penjual alat bidik tersebut memberi penawaran pada Pramono Edhie Wibowo senilai Rp24 juta per unit, namun Edhie berpikir harga tersebut terlalu mahal.
Pramono Edhie Wibowo mengaku dicegah saat ingin membeli alat bidik dengan harga asli senilai Rp9 juta oleh pihak broker di Singapura-yang merupakan pihak ketiga pabrik senjata di Amerika.
Akhirnya Edhie mampu menembus pabrik senjata di Amerika secara langsung dan mendapat alat bidik dengan harga yang sebenarnya.
Jika saat itu Edhie meneriwa tawaran untuk membeli alat bidik senilai Rp24 juta per unit dari broker Singapura, dari harga tersebut, Pramono Edhie Wibowo akan mendapat keuntungan senilai Rp4 juta dari setiap unit, sehingga total komisi yang ia kantongi mencapai Rp20 miliar.***