Berlakukan Status Darurat Hingga Tuntut Hukuman Mati, PM Thailand Ancam Warganya Usai Didesak Mundur

19 Oktober 2020, 14:55 WIB
Berlakukan Status Darurat Hingga Tuntut Hukuman Mati, PM Thailand Ancam Warganya Usai Didesak Mundur /Kolase Zonajakarta.com/ANTARA

RINGTIMES BALI - Kekecewaan warga Thailand terhadap Raja Maha Vajiralongkorn juga berimbas pada Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.

Meskipun pemerintah Thailand mengeluarkan dekrit yang melarang warganya berdemonstrasi, Puluhan ribu pengunjuk rasa tetap menjalankan aksinya.

Mereka menuntut PM Prayuth mundur dari jabatannya. Hal ini ditolak mentah-mentah oleh PM Thailand, Prayuth Chan-ocha.

Baca Juga: Belum Terima Bantuan Sembako di Oktober atau Sudah Tidak Pernah Cair, Cek Mungkin Ini Penyebabnya

PM Prayuth juga memperingatkan massa aksi untuk tidak mempertahankan tuntutan mereka itu.

Pemerintah Thailand melarang perkumpulan yang dihadiri lebih dari lima orang.

Larangan itu berlaku sejak Kamis 15 Oktober 2020 setelah ribuan orang turun ke jalan selama hampir tiga bulan berturut-turut untuk mendesak PM Prayuth mundur dan meminta amandemen pada konstitusi guna mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.

Baca Juga: Prabowo Dijuluki Kancil Bernyali 10 Singa, 'Untold Story' Sang Legenda Kopassus

"Saya tidak akan mundur," kata Prayuth setelah menghadiri pertemuan kabinet darurat, sebagaimana dikutip RINGTIMES BALI dari laman ANTARA, 17 Oktober 2020.

"Pemerintah harus menerapkan status darurat. Kami harus menempuh jalan itu karena situasinya mulai berujung ke aksi kekerasan ... Status darurat itu akan berlaku selama 30 hari, atau kurang jika situasinya mulai reda," kata Prayuth.

Ia memperingatkan warga Thailand untuk tidak melanggar aturan kedaruratan. "Tunggu dan lihat ... jika kalian melakukan pelanggaran, kami akan menempuh jalur hukum," ujar Prayuth.

Baca Juga: Disuruh Bandingkan Gaya Kepemimpinan SBY dan Jokowi, JK : Sama-sama Enak

Pengunjuk rasa mendesak Prayuth mundur dari posisinya sebagai perdana menteri.

Prayuth berhasil menduduki puncak kekuasaan lewat kudeta pada 2014 dan kembali mempertahankan posisinya setelah menang pemilihan umum tahun lalu. Namun, menurut para pengunjuk rasa, ia mencurangi hasil pemilu agar dapat terus berkuasa.

Tuduhan itu dibantah oleh Prayuth.
Sejauh ini, aksi protes di Thailand berlangsung damai.

Baca Juga: Menkeu Tolak Usulan Pajak Mobil Baru 0 Persen, Begini Alasannya

Namun, laporan pemerintah menunjukkan satu insiden terjadi saat iring-iringan Ratu Suthida disambut oleh cemooh dan ejekan dari para pengunjuk rasa. Tidak hanya itu, pihak pemerintah mengatakan aksi protes di Thailand telah mengganggu stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.

Dua aspek itu dijadikan dasar oleh pemerintah untuk mengeluarkan langkah-langkah darurat.

Kepolisian pada Jumat mengatakan dua pria ditangkap karena mereka dicurigai berniat mencelakakan ratu. Jika tuduhan itu terbukti, ancaman hukuman maksimalnya adalah vonis mati.

Baca Juga: Pastikan Syarat Ini Ada Saat Daftar BLT UMKM Rp 2,4 Juta di www.depkop.go.id

Pengunjuk rasa mengecam pemberlakuan status darurat dan penangkapan pada lebih dari 40 pedemo minggu lalu. Massa pun berencana menggelar aksi lainnya pada pukul 17.00 waktu setempat, Jumat, di Bangkok.

Sejumlah partai oposisi di parlemen juga menentang pemberlakuan status darurat.

"Partai Pheu Thai mendesak Jenderal Prayuth Chan-ocha dan pejabat lainnya untuk mencabut status darurat serta berhenti mengintimidasi rakyat Thailand serta segera membebaskan mereka yang ditangkap," kata pihak partai, yang memiliki suara mayoritas di parlemen.***

Editor: I GA Putu Yuliani Dewi

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler