Otak Terlalu Aktif Membuat Umur Makin Pendek, Berikut Penjelasan Para Ahli

8 Mei 2021, 03:00 WIB
Study menjelaskan bahwa aktifitas saraf otak terlalu aktif juga dapat menyebabkan seseorang memiliki umur pendek /PIXABAY/ Geralt


RINGTIMES BALI -
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi panjang usia kehidupan seseorang seperti gen, gaya hidup dan lingkungan tempat tinggalnya.

Namun, baru-baru ini penelitian yang diterbitkan oleh Nature seperti dilansir Ringtimesbali.com dari Time, menunjukkan bahwa aktifitas saraf otak juga dapat berpengaruh pada umur seseorang.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa aktifitas saraf otak yang berlebihan memiliki kemungkinan membuat umur lebih pendek dibandingkan aktifitas saraf yang cenderung lebih santai.

Baca Juga: Raditya Oloan Meninggal Dunia, Daniel Mananta Ucapkan Bela Sungkawa

Meski demikian temuan tersebut merupakan temuan awal dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun adanya penemuan ini aktivitas seperti meditasi yang membantu pikiran lebih rileks, mungkin bisa Anda coba.

Dr. Bruce Yanker, seorang profesor genetika dan neurologi di Harvard Medical School yang melakukan penelitian tersebut menjelaskan, kemungkinan mekanisme eksitasi otak berhubungan dengan mekanismenya mengontrol metabolisme.

Selama ini, mekanisme kontrol metabolisme memang telah lama dikaitkan dengan panjangnya umur seseorang.

Baca Juga: Manusia Berumur 40 Tahun ke Atas Miliki Keistimewaan Sebagai Pintu Gerbang Menuju Allah SWT

Penelitian tentang keterkaitan keaktifan otak dengan panjangnya umur, awalnya dianggap bertentangan dengan pandangan banyak orang, yang selama ini mengira jika otak lebih aktif maka kesehatan dan vitalitasnya lebih baik.

Yanker bersama rekan-rekannya melakukan penelitian dengan memeriksa jaringan otak dari ratusan subjek manusia yang meninggal. Subjek tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan usia kematian mereka.

Hasilnya mereka yang meninggal pada usia 90 atau 100 tahun ditemukan memiliki aktivitas saraf yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang meninggal di umur 70 atau 80 tahunan.

Baca Juga: 4 Kondisi Tubuh Saat Berpuasa Sebulan Penuh, Kadar Gula Menurun di Hari 1

Namun, temuan tersebut menurut Yanker bisa saja disebabkan karena seseorang ketika bertambah usia otak mereka menjadi lebih lambat. Sedangkan mereka yang meninggal lebih muda belum tentu pula meninggal terkait aktivitas sarafnya.

Untuk menguji lebih lanjut, mereka selanjutnya melakukan penelitian lanjutan menggunakan cacing. Cacing digunakan karena masa hidupnya lebih pendek dan mudah dipelajari.

Dengan menggunakan pencitraan otak, mereka melihat bahwa cacing yang diberi obat untuk menenangkan aktivitas sarafnya, menunjukkan memiliki usia hidup yang lebih lama.

Baca Juga: Denny Darko Ramalkan Karir Lesti Kejora akan Tersandung, 'Fansmu Mencelakakanmu'

Sementara ketika para peneliti menstimulasi neuron cacing, mereka mati lebih cepat.

“Itu bukan karena faktor pembaur, tampaknya itu efek utama,” kata Yanker.

Penelitian yang mereka lakukan pada tikus juga menunjukkan hal yang sama.

Terhadap cacing-cacingnya, Yanker selanjutnya mencari “protein CEO” yang disebutnya sebagai zat yang berperan mengendalikan aktifitas saraf.

Baca Juga: Cek Fakta, Beredar Kabar Seorang Guru Lumpuh hingga Pengelihatan Kabur Usai Divaksin Covid-19

Yanker kemudian juga mempersempit pencarian menjadi protein REST yang dari penelitiannya sebelumnya, merupakan pelidung otak dari demensia.

Hasilnya ketika cacing diberi penenang, protein tersebut tidak banyak ditemukan dan kehidupan cacing lebih panjang.

Sementara pada cacing yang aktif protein tersebut cenderung banyak ditemukan dan hidup cacing menjadi lebih pendek.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: TIME

Tags

Terkini

Terpopuler