Magedong-gedongan, Upacara Penyucian Pertama Bayi dalam Ajaran Hindu Bali

- 1 Mei 2021, 18:18 WIB
Magedong-gedongan, upacara penyucian pertama bagi bayi dalam ajaran Hindu
Magedong-gedongan, upacara penyucian pertama bagi bayi dalam ajaran Hindu /Dok. Phdi

RINGTIMES BALI – Masyarakat Bali pada umumnya melakukan upacara penyucian kepada bayi yang telah lahir maupun masih dalam kandungan itu sendiri.

Upacara Magedong-gedongan merupakan prosesi upacara yang dilakukan masyarakat Bali ketika bayi masih dalam kandungan.

Upacara ini magedong-gedongan merupakan upacara pertama sang bayi saat berumur 5 bulan penanggalan Bali atau 6 bulan pada kalender.

Baca Juga: Rare Angon, Identik dengan Tradisi 'Melayangan' di Bali

Alasan pemilihan waktu pengupacaraan bayi pada bulan ke 5 Bali, karena pada saat umur tersebut Bayi dianggap memiliki wujud yang sempurna.

Dikutip Ringtimesbali.com dari situs PHDI Pusat (Parisada Hindu Dharma Indonesia) menjelaskan upacara megedong-gedongan merupakan wujud orang tua untuk menyucikan bayi mereka.

Selain itu, saat bayi diupacarai Magedong-gedongan agar membuat kedudukannya menjadi kuat dan tidak abortus.

Baca Juga: 3 Kewajiban Istri Menurut Agama Hindu, Tak Hanya Mengurus Anak

Kemudian, upacara tersebut bertujuan agar kelak nantinya sang bayi menjadi pribadi yang kuat, berbudi luhur dan menjalankan ajaran agama dengan baik.

Selain bagi sang bayi, upacara tersebut juga berguna bagi pihak keluarga dan masyarakat sekitar agar memohon keselamatan kepada sang Ibu agar selalu sehat saat dan usai melahirkan.

Bagi masyarakat Bali, upacara tradisional merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Tattwa serta Susila.

Baca Juga: Dua Pria Saling Bacok di Ubung Kaja Denpasar, Keduanya Nyaris Tewas

Tattwa sendiri memiliki arti filsafat yang merupakan tujuan dari ajaran agama Hindu, serta Susila merupakan aturan-aturan yang harus dilaksanakan agar mencapai tujuan.

Ketiga unsur tersebut (Tattwa, Susila, dan Upacara) merupakan unsur-unsur yang umum dalam pengamalan Agama Hindu.

Selain itu, ketiga unsur di atas disebut dengan Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu tersebut saling berkaitan dan tidak bisa terpisahkan.

Selanjutnya, tiga kerangka dasar tersebut harus diamalkan serta dihayati bagi umat Hindu agar mencapai tujuan yang disebut dengan Jagadhita dan Moksa.***

Editor: Muhammad Khusaini

Sumber: Parisada Hindu Dharma Indonesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah