Tradisi Menyama Braya di Bali, Hidup Rukun di Tengah Keberagaman

- 5 Juni 2022, 11:24 WIB
Ilustrasi tradisi Menyama Braya di Bali.
Ilustrasi tradisi Menyama Braya di Bali. /Unsplash/Artem Beliaikin

RINGTIMES BALI - Tradisi Menyama Braya adalah tradisi yang sudah diterapkan sejak dulu hingga sekarang yang dapat ditemui di Bali.

Tradisi ini tidak hanya direalisasikan oleh umat Hindu, namun seluruh umat beragama di Bali.

Menyama Braya dilansir dari situs resmi Kemenag Republik Indonesia, merupakan perpaduan dari konsep Tri Hita Karana.

Baca Juga: Tradisi Ngejot di Bali, Saling Memberi di Tengah Hari Raya Keagamaan

Tri Hita Karana adalah tiga jalan kebahagiaan yang terdiri dari tiga aspek hubungan manusia.

Hubungan pertama yaitu antara manusia dengan Tuhan yang disebut dengan Parahyangan.

Kedua yaitu Pawongan artinya hubungan antara manusia dengan sesamanya.

Baca Juga: Jelang Hari Raya Galungan, Berikut Makna dan Cara Membuat Penjor

Hubungan terakhir adalah hubungan antara manusia dengan alam lingkungan yang mendukung keharmonisan lingkungan hidup masyarakat di Bali.

Dalam konsep Menyama Braya, hubungan yang diimplementasikan yaitu hubungan antara manusia dengan sesamanya atau Pawongan.

Dalam hal ini, masyarakat di Bali menjaga hubungan baik atau keharmonisan dengan sesamanya.

Baca Juga: Tujuan dan Makna Pemasangannya Penjor Selama Hari Raya Galungan dan Kuningan

Selain Tri Hita Karana konsep Menyama Braya dilansir dari situs resmi Kemenag, juga berkaitan dengan beberapa tradisi lokal lainnya.

Pertama yaitu berkaitan dengan konsep Tat Twam Asi yang artinya aku adalah kamu dan kamu adalah aku.

Selanjutnya konsep Wasudewa Khutumbhakam yang memiliki makna kita semua bersaudara.

Baca Juga: Daftar Rainan Hari Raya Umat Hindu Bulan Juni 2022, Galungan dan Kuningan di Minggu Pertama

Terakhir, konsep segilik seguluk selulung sebayantaka, paras paros sarpanaya, saling asah, asih, asuh yang berarti bersatu padu, menghargai pendapat orang lain, saling mengingatkan, menyayangi, dan saling tolong menolong.

Konsep-konsep lokal ini menjadi landasan bagaimana masyarakat Bali berpikir dan bersikap, sehingga hubungan antar masyarakat terjalin harmonis dalam keberagaman.

Berikut lima implementasi dari Menyama Braya:

Baca Juga: Arti Dibalik Canang Sari dalam Persembahyangan Umat Hindu, Bunga Lambang Kekuatan Ida Sang Hyang Widhi

1. Keterlibatan Pecalang

Pecalang adalah penjaga ketertiban dan keamanan berdasarkan adat Bali.

Biasanya Pecalang bertugas untuk mengamankan pelaksanaan acara dan upacara keagamaan, hingga acara peribadatan seluruh masyarakat Bali.

2. Metetulung

Metetulung diartikan sebaga saling membantu warga yang memerlukan bantuan dalam keadaan suka maupun duka.

Baca Juga: Arti Salam Om Swastiastu Bagi Umat Hindu, Jangan Disingkat OSA

3. Ngejot

Ngejot adalah tradisi dari masyarakat Bali yang ditandai dengan saling memberi makanan saat upacara keagamaan.

Misalnya ketika umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan, mereka akan mengantarkan makanan kepada tetangga maupun masyarakat sekitar.

4. Kesenian Burcek (Burdah dan Cekepung)

Kesenian ini berasal dari Kabupaten Karangasem, Bali.

Burcek merupakan kolaborasi dari seni Burdah yang memiliki unsur Islam Melayu dengan seni Cekepung yang memiliki unsur Hindu Bali.

Baca Juga: Arti Om Shanti Shanti Santhi Om, Ucapan Doa hingga Salam Penutup Acara Bagi Umat Hindu

5. Tempat ibadah yang berdampingan

Tempat ibadah yang letaknya berdampingan di Bali contohnya yaitu di Kawasan Puja Mandalam Kongco Batur yang letaknya di area Pura Batur, dan Masjid Nurul Amin Jembrana yang berdekatan dengan Pura Majapahit Jembrana.

Dilansir dari situs resmi Kemenag Republik Indonesia, tradisi Tri Hita Karana dan Menyama Braya ini menginspirasi Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali yang ditandai dengan pembangunan Taman Moderasi dengan enam patung umat beragama.***

 

Editor: Annisa Fadilla


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah