BRIN Sebut Sektor Pertanian Indonesia Butuh Inovasi Teknologi Untuk Maju

- 27 Maret 2023, 21:25 WIB
BRIN menyebutkan Inovasi harus mengarah pada teknologi pertanian cerdas, mengingat jumlah lahan dan minat di pertanian semakin berkurang
BRIN menyebutkan Inovasi harus mengarah pada teknologi pertanian cerdas, mengingat jumlah lahan dan minat di pertanian semakin berkurang /Humas BRIN/

RINGTIMES BALI - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa Inovasi harus mengarah pada teknologi pertanian cerdas, karena pembangunan menggunakan tangan manusia sudah tidak populer, mengingat jumlah lahan dan minat di pertanian yang semakin berkurang.

Anggota Dewan Pengarah BRIN Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan, solusi untuk masalah ini adalah dengan penggunaan inovasi teknologi alat pertanian, yang memanfaatkan kecerdasan buatan dan juga tenaga kelistrikan.

Ia menyebutkan bahwa engineer pengembang mobil listrik dan teknologi serupa, pastinya bisa menciptakan alat-alat pertanian yang memanfaatkan tenaga listrik, seperti traktor tanpa awak yang bertenagakan listrik dari panel surya.

Sehingga, inovasi teknologi Indonesia harus lebih diarahkan ke bagian alat pertanian dan terciptalah pertanian cerdas, yang automasinya melibatkan berbagai disiplin ilmu, mulai dari informasi, teknologi, elektro dan juga internet atau IoT.

Baca Juga: Upayakan Peningkatan Keberhasilan Restorasi Mangrove, BRIN Gunakan Mikroba

Tren teknologi inovasi lain yang harus dimiliki sektor pertanian Indonesia yaitu precision farming. Teknologi ini memanfaatkan drone untuk kepentingan penyebaran pupuk dan air, sehingga keduanya lebih efisien, terkontrol, dan tentunya tidak boros.

“Teknologi IoT juga diperlukan untuk mendeteksi tanaman, misalnya kapan harus diberikan air, jika cukup, otomatis krannya ditutup, dan sebagainya,” ucap Marsudi, dilansir dari Antara, Senin, 27 Maret 2023.

Lebih lanjut dijelaskan Marsudi bahwa faktor utama keberhasilan produksi pertanian adalah dengan meningkatkan produktivitas di hulu, salah satunya dengan memanfaatkan metode rekayasa genetik. Ia juga membandingkan produksi tebu di India dan Brasil yang mencapai 140 ton per hektar, sedangkan di Indonesia hanya mencapai 60 hingga 70 ton tebu per hektar.

Melihat kondisi ketahanan pangan tahun ini, Badan Pangan Nasional melaporkan bahwa komoditas seperti gula, garam, daging, kedelai, hingga bawang putih sebagian besar masih bergantung pada impor. Maka dari itu, ia menilai bahwa inovasi harus difokuskan pada komoditas-komoditas tersebut.

Baca Juga: Tingkatkan Produktivitas Bawang Merah, BRIN Kembangan Teknologi Budidaya TTS

Marsudi menjelaskan bahwa Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat pangan rusak atau food loss tinggi di dunia, yakni mencapai 30 persen. Salah satu faktor penyebabnya yaitu, gudang penyimpanan bahan baku dengan dinding beton membuat pangan seperti beras cepat rusak.

Melalui inovasi teknologi controlled atmosphere storage (CAS) bisa menjawab permasalah ini. CAS adalah ruang penyimpanan dengan atmosfer yang bisa dikendalikan, sehingga mampu mematikan bakteri-bakteri penyebab pembusukan pangan.

Saat ini, negara-negara pengekspor pangan terbesar di dunia sedang gencar memanfaatkan teknologi dari hulu hingga hilir, sehingga produktivitas pangan yang dihasilkan pun semakin meningkat dari waktu ke waktu.***

Editor: Mahatmanta

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x