UU Cipta Kerja Membuat Buruh Lebih Produktif, Berikut Penjelasan dari LIPI

- 8 Oktober 2020, 08:39 WIB
aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR karena dinilai merugikan para pekerja. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.
aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR karena dinilai merugikan para pekerja. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc. /ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

RINGTIMES BALIUU Cipta Kerja disebut-sebut mampu membuat pekerja lebih produktif, tetapi tingkat upah dan kesejahteraan yang didapat rendah. Benarkah, simak ini faktanya?

Terkait UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini, Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fathimah Fildzah Izzati memiliki jawabannya sendiri.

Dijelaskannya, pada UU Cipta Kerja pasal 88 B dijelaskan bahwa upah ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu satuan waktu dan satuan hasil.

Baca Juga: ShopeePay Perluas Jangkauan ke Lebih dari 500 Outlet Planet Ban

Ini berarti katanya, upah yang diterima pekerja semakin besar jika waktu bekerja lebih lama serta hasil pekerjaan lebih banyak.

Jika UU Cipta Kerja mampu membuat pekerja lebih produktif, lantas mengapa para buruh menolak? Ternyata tingkat upah dan kesejahteraan yang didapat buruh sangat rendah.

"Iya dituntut lebih produktif karena upah didasarkan pada satuan waktu dan hasil, tapi dengan tingkat upah dan kesejahteraan yang sangat rendah," jelas Fathimah dilansir Portalsurabaya.com dalam artikel Peneliti LIPI Ungkap UU Cipta Kerja Membuat Pekerja/Buruh Lebih Produktif, Tetapi. .  yang dikutip dari Antara, Rabu 7 Oktober 2020.

Baca Juga: Moeldoko Dapat Dukungan, Keluarga Pasien Covid-19 di Pekanbaru Ungkap Fakta Baru, Ada Data?

Pada pasal 88 B UU Cipta Kerja dijelaskan bahwa upah ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu satuan waktu dan satuan hasil. Hal ini mengartikan upah yang diterima pekerja semakin besar jika waktu bekerja lebih lama serta hasil pekerjaan lebih banyak.

"Kita sudah bisa melihat contohnya para supir taksi dan ojek daring di ekonomi perusahaan-perusahaan seperti Gojek, Grab, dan lain-lain. Mereka kan kerja berdasarkan order yang mereka terima. Mereka bisa bekerja melebihi jam kerja pada umumnya, misalnya delapan jam kerja, karena ingin mendapatkan penghasilan yang lebih," ujar Fathimah.

Akan tetapi, ini bukan jaminan pekerja untuk mendapatkan besaran upah dan tingkat kesejahteraan yang pantas pada satu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

Baca Juga: Najwa Shihab : Saya Tak Akan Matikan Mic karena Anda Semua Berhak Bicara, Sindir Puan Maharani?

Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, pengusaha wajib menyusun skala dan struktur upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan serta produktivitas.

Awalnya, pada pasal 92 UU Ketenagakerjaan, pengusaha menyusun skala dan struktur upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, pendidikan, masa kerja, serta kompetensi pekerja.

Skala dan struktur upah ini digunakan pengusaha untuk menetapkan upah yang akan diberikan kepada pekerja atau buruh.

Baca Juga: Kisi-kisi Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11 Dibuka, Segera Siapkan Persyaratannya

Fathimah menegaskan jika ia tidak mendukung poin-poin yang terkandung dalam UU Cipta Kerja.

"Kalau, kesannya kayak pro sama omnibus law. Padahal saya menentang," tutup Fathimah.***(Rere Radilla/Portal Surabaya)

 

Editor: Tri Widiyanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x