DPRD: Banyak Orang di PHK, Karena Tak Bisa Bayar Iuran BPJS Kesehatan

- 17 Juni 2020, 09:14 WIB
Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan, foto:
Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan, foto: /Rizal

RINGTIMES BALI – Banyak korban PHK dan di rumahkan, DPRD Kota Cimahi menilai banyak masyarakat yang mengeluhkan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020.

Pandemi corona virus disease atau (Covid-19) berdampak pada penurunan perekonomian masyarakat, kenaikan iuran tersebut bakal memicu tunggakan lebih besar.

Demikian diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Kota Cimahi Ayis Lavilianto Selasa 16 Juni 2020.

Baca Juga: Jangan Sering Menyalahkan Anak, Karena Dapat Membunuh Mental Mereka

"Harapan kami iuran BPJS Kesehatan tidak naik, ini sesuai aspirasi dan keluhan masyarakat. Iuran sekarang saja banyak yang menunggak apalagi dinaikkan di tengah kondisi penurunan ekonomi masyarakat yang terdampak covid," ujarnya.

Pada Senin 14 Juni 2020, Komisi IV DPRD Kota Cimahi mengundang BPJS Kesehatan Kota Cimahi. Bahasan dalam pertemuan tersebut yaitu sosialisasi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dan kepesertaan JKN-KIS BPJS Kesehatan di Kota Cimahi.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan BPJS Kesehatan Cimahi tidak bersedia memberi keterangan kepada wartawan.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Nyamuk Sering Menghisap Golongan Darah O

Presiden Joko Widodo memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan tercantum dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran berlaku mulai 1 Juli 2020.

Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP), rinciannya : Kelas I naik menjadi Rp150.000 dari saat ini Rp80.000, Kelas II naik menjadi Rp100.000, dari saat ini sebesar Rp51.000, Kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 Untuk kelas III, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga iuran peserta kelas III menjadi Rp 35.000.

Baca Juga: Helmy Akui Jadi Komisaris 4 Perusahaan Usai di Copot dari Dirut TVRI

Berita ini sebelumnya telah terbit di pikiran rakyat.com dengan judul Iuran BPJS Kesehatan Naik per 1 Juli, DPRD: Banyak Orang Di-PHK dan Dirumahkan,Mereka Tak Bisa Bayar

Menurut Ayis, berdasarkan informasi BPJS Kesehatan Kota Cimahi saat ini terjadi tunggakan iuran peserta mandiri dengan jumlah besar.

"Saat ini ada tunggakan iuran Rp 39 miliar terutama dari peserta mandiri, apalagi kalau sudah naik akan semakin meningkat tunggakannya," ucapnya.
Bukan itu saja, lanjut Ayis, banyak peserta yang akan turun kelas.

"Akan lebih pilih turun kelas biar iuran lebih murah," imbuhnya.
Apalagi, banyak warga Kota Cimahi yang terdampak pandemi covid hingga diberhentikan dari pekerjaan.

Baca Juga: Tak Yakin, Novel Meminta Bebaskan Saja Pelaku Penyiraman Air Keras

"Belum ada data pasti, hanya saja diperkirakan 80 persen pekerja terdampak akibat pandemi. Banyak korban PHK, dirumahkan, otomatis tidak akan bisa bayar iuran BPJS," ungkapnya. Meningkatnya warga yang terdampak ekonomi akibat Covid-19, Ayis menilai akan menambah jumlah warga tidak mampu di Kota Cimahi.

"Secara kondisi, mereka patut dibantu iuran BPJS. Namun, kita terkendala SK Walikota yang mengatakan bahwa bagi kepesertaan baru yang dibiayai pemerintah diprioritaskan bagi warga yang belum daftar JKN.
Menurut saya SK ini perlu direvisi sehingga mereka yang kini tidak mampu terdampak covid bisa migrasi kepesertaan dari mandiri ke PBI," katanya.

Kondisi saat ini turut mempengaruhi pencapaian kepesertaan BPJS Kesehatan Kota Cimahi.

Baca Juga: Bersama Rumah Konseling Kupas Tuntas Psikologi Seksual & Reproduksi

"Minimal kepesertaan harus 95 persen, Kota Cimahi baru 92 persen sehingga kurang 3 persen sekitar 18.000 peserta lagi. Untuk menambah peserta mandiri perlu didorong lagi," jelasnya.

Pihaknya berharap kenaikan iuran dibarengi peningkatan layanan BPJS Kesehatan.

"Secara teknis di lapangan, keluhan soal layanan masih ada. Seperti orang melahirkan di RS tapi masih ditarik biaya dengan alasan bayi belum terdaftar. Implementasi di lapangan ini butuh sosialisasi banyak," katanya (Ririn Nur Febriani).

Editor: Dian Effendi

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x