Serapan Dana Bansos Covid-19 di Bali Ratusan Miliar Kemana? Aneh, Produk Pangan Lokal Belum Terserap

4 Agustus 2020, 21:22 WIB
ilustrasi nett /

RINGTIMES BALI - Produk pangan lokal masih kurang mendapat prioritas dalam penyaluran bantuan sosial (bansos).

Terutama terkait bansos berbentuk bantuan pangan nontunai (BPNT) yang disalurkan oleh pemerintah dari pusat, provinsi, kabupaten, desa maupun desa adat yang bersumber dari uang negara.

Hal itu terungkap dalam diskusi daring melalui bertajuk "Cek Ricek Data Bansos Covid-19 di Bali dan Pemanfaatan Hasil Desa" yang digelar oleh kolaborasi sejumlah lembaga, Balebengong, Sakti Bali, LBH, dan AJI Denpasar, pada Selasa 4 Agustus 2020

Baca Juga: AS VS Tiongkok Memanas di Laut China Selatan, Perang Terbuka Militer Indonesia Siaga Satu

Dalam diskusi ini, hadir sejumlah pemangku kebijakan.

Di antaranya Dinas Sosial Provinsi Bali, dan Dinsos sejumlah kabupaten di antaranya Gianyar dan Buleleng.

Juga dari Dinas Pemerintahan Desa Gianyar, Buleleng.

Peserta lainnya adalah Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali, dan sejumlah kepala desa atau yang mewakili, serta sejumlah aktivis dan penggerak LSM.

Baca Juga: Terbujuk Rayu di Media Facebook, ABG Ini Diperkosa Pria Pengangguran di Kamar Kos Ubud

Menjawab beberapa penanya, di antaranya terkait bantuan pangan nontunai agar dapat menyerap produk pangan lokal, I Wayan Parmiyasa, Kabid Pemberdayaan dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial dan P3A Provinsi Bali menyatakan bahwa kendalanya adalah adanya regulasi.

Kata dia, ada beberapa aturan yang menentukan item BPNT. Yakni beras, telur, ikan atau daging, dan sayuran. Sudah ditentukan pemerintah pusat.

"Kita masih melihat regulasi mana yang boleh dan tidak," kata Parmiyasa.

Padahal, kata Nyoman Suma Artha dari Pasar Rakyat Bali, penyerapan produk pangan lokal itu penting.

Baca Juga: Buka Praktek Dokter Kecantikan di Mengwi, Turis Rusia Diblacklist Imigrasi Langsung Deportasi

Kata dia, Pasar Rakyat Bali selama Covid-19 terjadi menyerap hasil pertanian lokal di Bali yang tidak terserap di pasar.

Di sisi lain, banyak warga yang kesulitan membeli bahan pangan karena tidak adanya uang.

Selama ini, Pasar Rakyat Bali mendistribusikan dengan tiga pola, menjual dengan margin, jual rugi, dan gratis. Produk pangan yang diberikan gratis disubsidi dari hasil penjualan.

Ada juga kerjasama dengan komunitas lain seperti Solidaritas Pangan Bali yang mendistribusikan sayuran dan hasil panen lain ke dapur-dapur, dan hasilnya berupa nasi bungkus diberikan ke warga yang tak menerima bansos.

Baca Juga: Ketersediaan Darah Menipis, Jagabaya Empat Kabupaten di Bali Gelar Donor

Karena bukan warga banjar, atau tinggal di perantauan.

Ia menyontohkan pekerja di Legian yang sebagian besar perantau.

Dia menantang apakah pemerintah bisa memberikan dukungan terhadap gerakan seperti ini.

"Kami bisa mempertanggungjawabkan datanya," katanya.

Terkait pertanyaan itu, Parmiyasa tak bisa memberikan jawaban pasti. Ia hanya menyebut kalau banyak orang yang mau membantu seperti Nyoman Artha lakukan, maka itu baik.

Baca Juga: Pandemi, Pilwali Digeser 9 Desember 2020, KPU Denpasar 'Ngebut' Sosialisasikan Pencalonan Paslon

"Pemerintah sudah bekerja keras," sebutnya.

Padahal, penyerapan produk pangan lokal sangat penting mengingat anggaran untuk itu cukup besar.

Dari data Dinsos Bali, penyerapan BPNT/bansos pangan/program sembako dari Kemensos di Bali saja untuk April dan Mei mencapai lebih Rp 51 miliar.

Data Juni sedang dihitung.

Itu belum termasuk bantuan pangan yang bersumber dari provinsi, kabupaten, desa, maupun desa adat.

Baca Juga: Selundupkan Ganja dalam Kue Coklat, BNNP Bali Ringkus Mahasiswa Amerika

Syarat penerima di antaranya keluaga miskin yang masuk dalam DTKS, bantuan diberikan selama 9 bulan sejak Bulan April-Desember 2020, dan nilainya Rp 200.000/keluarga/bulan.

Sementara Bantuan Sosial Tunai (BST) pada April-Mei saja sebanyak lebih dari Rp 135 milyar.

Syaratnya diutamakan keluarga miskin yang masuk dalam DTKS, diberikan selama 3 bulan sejak April-Juni 2020.

Besarnya Rp 600.000/bulan. Sesuai dengan surat Kementerian Sosial bantuan diperpanjang sampai dengan bulan Desember dengan besar bantuan Rp 300.000/KPM/bulan.

Baca Juga: Jerinx SID Dilaporkan 'IDI' ke Polda Bali, Ternyata Sudah Dipanggil Pertama, Mangkir

Masalah distribusi bansos

Selain masalah produk pangan lokal yang belum terserap melalui mekanisme bansos, dalam diskusi juga mengemuka masalah ketidakakuratan data penerima bansos.

Ada yang ganda, sudah meninggal, atau tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Sebagai contoh diakui perwakilan Desa Banyuseri, I Putu Karyawan yang menjelaskan, di desa yang dipimpinnya ada lima KK penerima bansos ganda. Lima orang itu menerima dua bantuan.

Baca Juga: Jaehyun NCT Akan Membuat Debut Akting di Seri Baru Global Playlist, Dear.M

Secara aturan, itu tidak boleh. Setelah dimediasi, akhirnya empat orang mau menandatangani pernyataan akan mengembalikan. Sedangkan satu orang tidak mau.

Penyebabnya, ada anggota parpol yang menitipkan nama di daftar penerima padahal tidak ada di hasil verifikasi desa.

Soal data ini, Dinas Sosial Provinsi Bali mengatakan, sejatinya sudah ada kebijakan pemerintah pusat agar diperbarui secara periodik. Dalam setahun, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial bisa diperbarui sampai empat kali.

Baca Juga: Wow! Iphone 12 Akan Segera di Rilis dalam Dua Tahap

Masalahnya, lanjut dia, ujung tombak pembaruan data itu ada di tingkat desa. Dan Dinsos Bali tidak memiliki kewenangan memaksa untuk melakukan pembaruan.

"Bahkan ada di satu kabupaten yang masih menggunakan data tahun 2015," jelas Parmiyasa.

Ia pun mengajak agar data ini diubah. Ini harus dimulai dari desa.

Baca Juga: Selasa Malam, 60 Lapak Pasar Penarungan Mengwi Ludes Terbakar

Masalahnya, kata dia, dalam penyusunan DTKS yang dimulai di desa, kerap ada tekanan atau faktor-faktor lain yang membuat datanya tidak valid.

Di antaranya faktor politik, kedekatan, takut kasepakang (dikucilkan), atau lainnya.

Menurut dia, dalam Musyawarah Desa untuk menentukan DTKS pihak-pihak di desa tidak mendasarkan karena suka atau tidak suka. Melainkan harus sesuai regulasi.***

 

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Tags

Terkini

Terpopuler