Network
RINGTIMES BALI- Dokter spesialis kulit asal Fakultas Kedokteran UI (FKUI) dr. Arini Astasari Widodo, MS, SpKK, menyebutkan bahwa polusi udara bisa memicu timbulnya sejumlah permasalahan kulit, seperti peradangan serta stres oksidatif.
Menurut Arini, polusi udara ini bisa berasal dari polutan seperti partikel debu, gas hasil kendaraan bermotor, hingga polutan dari industri-industri.
“Polusi udara dapat menyebabkan efek merugikan pada kesehatan kulit. Partikulat zat halus, misalnya, dapat menembus jauh ke dalam kulit, memicu stres oksidatif dan peradangan,” ucap Arini, dikutip dari Antara, Kamis 15 Juni 2023.
Lebih lanjut dijelaskan Arini bahwa, polusi udara dapat meningkatkan kondisi kekeringan pada kulit wajah, peradangan, dan pada pasien yang sudah memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya, ini dapat memicu timbulnya eksaserbasi.
Menurut Arini, polusi udara khususnya polutan dapat memperburuk kondisi kondisi kulit seperti jerawat, rosacea, dan eksim. Tak hanya itu, paparan dari polusi udara yang terus menerus, bisa meningkatkan risiko perubahan pigmentasi kulit.
Peningkatan produksi melanin atau disebut juga dengan hiperpigmentasi, sambung Arini, dapat menyebabkan munculnya bercak gelap pada kulit, yang secara langsung terpapar dengan polutan tersebut.
Kualitas udara yang buruk, jelas Arini, juga mampu meningkatkan risiko penuaan dini dan kerusakan pada kulit. Hal ini dapat disebabkan oleh polutan udara, yakni partikel halus serta polutan oksidatif.
Polutan oksidatif ini, yang kemudian merusak kolagen dan elastin kulit, sehingga membuat kulit keriput, munculnya garis halus, hingga hilangnya kekencangan kulit.
Arini menyarankan untuk menerapkan rutinitas perawatan kulit, meliputi pembersihan kulit, menggunakan pelembab, dan lain sebagainya, guna mencegah dampak buruk akibat paparan polutan atau polusi udara tersebut.
