Kenali 4 Alasan Tubuh Inginkan Dopamine di Fase Kecanduan, dr. Jiemi Adrian: Jangan Melabeli Diri

- 6 Maret 2021, 10:00 WIB
Tangkap layar YouTube Adjie Santosoputro
Tangkap layar YouTube Adjie Santosoputro /youtube.com/Adjie Santosoputro

 

RINGTIMES BALI – Praktisi kesehatan mental Adjie Santosoputro (Adjie) aktif berbagi edukasi seputar mental healt pada sosial media Instagram @adjiesantosoputro dan Twitter dengan @AdjieSanPutro. 

Salah satunya ialah segmen Obrolan Sehat Mental (OSeM), yang didokumentasikan via Instagram Live.

Dipandu Adjie, addiction (kecanduan) menjadi salah satu topik dalam segmen ini, dengan dr. Jiemi Adrian, SpKJ. sebagai narasumber.

 Baca Juga: 4 Kondisi Tubuh Ketika Bebas dari Kecanduan Rokok

Kapan seseorang disebut kecanduan?

Dr. Jiemi menyatakan bahwa kecanduan (bahasa kedokteran ‘kompulsif’) merupakan perilaku seseorang yang secara otomatis ingin selalu dilakukan sekalipun tahu ada konsekuensi negatif di baliknya.

Bila tidak, akan menimbulkan efek gelisah dan cemas.

“Kalau kita logikakan, ada aspek-aspek lain yang kita abaikan,” ujar dr. Jiemi.

 Baca Juga: Kecanduan Kopi, Inilah 6 Hal yang Akan Terjadi pada Tubuh Anda.

Penyintas kompulsif pernah mencoba untuk mengendalikan perilaku tersebut, namun aktivitasnya tetap di luar kontrol.

Alhasil, bila aktivitas ini tetap dilakukan, tidak hanya berdampak buruk ke belakang bagi penyintas, namun juga berdampak negatif di depan.

Apa yang terjadi ketika kecanduan?

Diproduksi pada bagian batang otak, hormon dopamine berfungsi untuk mengatur perasaan gembira (pleasure) yang singkat namun intens. Kabarnya, hormon ini berkaitan erat dengan sensasi kebaruan.

 Baca Juga: 8 Kebiasaan Buruk Para Gamer yang Sulit Ditinggalkan, Jangan Sampai Kecanduan

“Seperti saat kita ikut dalam pre order barang yang dinanti-nanti,” ungkap dr. Jiemi.

Pada kondisi tersebut, produksi dopamine meningkat karena tubuh dipicu untuk gembira.

Namun, dr. Jiemi menyatakan bahwa situasi itu tidak bertahan lama, sehingga tubuh secara alamiah melakukan perilaku repetitif untuk mendapatkan kembali sensasi tersebut.

“Bila terus-menerus terjadi pada orang yang rentan, muncullah perilaku kecanduan karena produksi dopamine gagal terkontrol,” tambahnya.

 Baca Juga: Ternyata Pornografi Sebabkan Kecanduan Seksual Pada Anak, Ini Faktanya

Dilansir Ringtimesbali.com dari kanal YouTube Adjie Santosoputro, terdapat 4 alasan tubuh terus-menerus menginginkan dopamine.

Pertama, to feel goods (untuk merasa baik). Hal ini merupakan respon alami tubuh ketika mendapatkan sensasi hype atau pleasure.

To feel better (untuk merasa lebih baik) juga dapat menjadi pemicu. Dopamine dibutuhkan untuk menanggulangi anxietas atau stressor.

Selain itu, obat atau zat tertentu juga memicu produksi dopamine, bertujuan agar tubuh dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik (to do better).

Faktor curiosity (penasaran) juga dapat memengaruhi. Hal ini terkait dengan pergaulan atau lingkungan yang kurang kondusif.

 Baca Juga: Suami Kecanduan Game Online, Lakukan 4 Cara Ini, Dijamin Bisa Berhenti

Adakah kecanduan atau kompulsif yang sifatnya baik?

Kontradiktif dengan pernyataan dr.Jiemi terkait kecanduan umumnya bersifat buruk, Adjie menganalogikan perilaku olahragawan David Beckham (David) sebagai fenomena kecanduan yang bersifat baik.

“David memiliki kompulsif mengambil tendangan bebas, dan dia mengatasi hal itu dengan menendang bola sebanyak mungkin ketika sesi latihan,” ungkapnya.

Dr.Jiemi menyatakan bahwa tidak semua perilaku dapat diidentifikasi di buku pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) ke-5.

“Agak sulit mengategorikan sebagai perilaku kecanduan, tapi memungkinkan untuk dikategorikan sebagai perilaku kompulsif,” ujar dokter Siloam Hospital tersebut.

Baca Juga: 4 Manfaat Konsumsi Kunyit Bagi Kesehatan Tubuh, Ternyata Bisa Meningkatkan Mood

“Beberapa perilaku bisa jadi baik kalau kita lihat lepas sebagai symptom,” tambahnya.

Adjie Santosoputro menekankan bahwa jangan mudah self-diagnose dalam menyikapi beberapa pemaparan di atas.

“Sebenarnya, tidak perlu melabeli diri kecanduan hanya untuk terlihat keren atau sekadar pengakuan,” ujarnya.

“Kalau benar-benar meyakini kita tengah kecanduan, artinya kita mengakui bahwa itu sebuah permasalahan yang harus diselesaikan, bukan justru melabeli diri,” tambah dr. Jiemi.***

Editor: Muhammad Khusaini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x