RINGTIMES BALI - Kebijakan lockdown atau karantina wilayah untuk menangani pandemi merupakan kebijakan yang belum sepenuhnya efektif dan Banyak negara memberlakukan kebijakan tersebut.
Beberapa negara merasakan dampat pengaruh dari kebijakan tersebut, ujung-ujungnya bertujuan untuk mengurangi laju penyebaran virus corona, melainkan ada pula yang justru merasakan sebaliknya
Contohnya negara Inggris mengambil kebijakan lockdown atau karantina wilayah malah memperburuk suasana.
Baca Juga: Profesor : Es Krim Membuat Cerdas, Jika Sarapan di Pagi Hari
Berita ini sebelumnya telah terbit di zonajakarta.com denganjudul Bukan Karena Covid-19, Kebijakan Lockdown di Inggris Justru 'Membunuh' 21.000 Warganya Gara-gara Ini
Sebuah studi mendapati sekitar 21.000 orang ternyata tewas bukan karena virus corona, melainkan akibat jauhnya akses bantuan medis.
Dikutip dari Daily Mail via Pikiran-Rakyat.com, Inggris memberlakukan pembatasan ketat selama delapan minggu berturut-turut.
Setiap minggunya, bertambah 2.700 kematian yang tidak diinginkan, melebihi catatan tahunan di sana.
Baca Juga: Minuman Oplosan Vodka Tewaskan Beberapa Pemuda di Timika
Kebanyakan dari mereka meninggal karena tak bisa mengakses pertolongan medis yang kadang dibutuhkan di tengah malam.
Sebetulnya, hal ini telah diperingatkan oleh para dokter sejak Maret 2020, ketika Inggris baru saja mengambil langkah lockdown.
Dilaporkan jumlah pasien yang datang ke unit gawat darurat (UGD) berkurang hingga setengahnya.
Baca Juga: Nekat Loncat dari Gedung RSU, Pasien Covid-19 Tewas Ditempat
Sementara itu, pasien rujukan kanker telah turun drastis sampai 70 persen.
Penelitian lain mengatakan rendahnya akses bantuan medis bagi penderita kanker bisa menambah kasus kematian hingga 35.000 orang per tahun.
Jurnal terbaru yang dipublikasi di The Lancet Oncology menemukan harapan hidup sejumlah orang berkurang 20 tahun karena masalah ini.
Baca Juga: Gemparkan Dunia, Rusia Produksi Vaksin Corona Yang Sudah Diuji Klinis
Studi lainnya juga menduga dampak kematian akibat lockdown jauh lebih luas, bahkan melebihi jumlah korban tewas akibat virus corona.
Penemuan itu didasarkan pada analisis di Kantor Statistik Nasional Inggris oleh pakar dari Universitas Sheffield dan Loughborough dibantu Economic Insight.
Diperkirakan ada 21.544 kematian tambahan dengan rata-rata 2.693 orang per minggunya.
Baca Juga: Masa Pandemi, Jangan Takut Periksa Anak ke RS
"Totalnya, lockdown telah membunuh 21.000 orang secara bersih yang masih mungkin hidup tanpa kebijakan lockdown," kata Sam Williams, Direktur Economic Insight.
Sam menambahkan, ada lebih banyak kekurangan dalam sistem pelacakan kematian Covid-19 di Inggris saat ini.
Pemerintah secara resmi mengumumkan ada 45.961 kematian akibat virus corona.
Baca Juga: Ketahui Pentingnya Manfaat Zat Besi Bagi Tubuh Kita!
Akan tetapi, Menteri Kesehatan Matt Hancock menyebut angka tersebut 'berlebihan' dan meminta tinjauan ulang.
Pasalnya, Inggris mencatat semua orang yang dinyatakan positif corona dan meninggal sebagai kasus kematian akibat Covid-19.
Menurut akademisi dari Universitas Oxford, angka laporan itu sebenarnya telah mencakup orang-orang yang sudah sembuh dari Covid-19, namun tewas karena penyebab lain. (ZJ)