Ini Profil Cawapres Kamala Harris 'Polisi' Pendamping Joe Biden di Pilpres AS 2020

6 November 2020, 15:48 WIB
Ini Profil Cawapres Kamala Haris 'Polisi' Pendamping Joe Biden di Pilpres AS 2020 /instagram/@kamalaharris

RINGTIMES BALI - Pada pemilihan umum Presiden AS 2020, Joe Biden menggandeng senator cantik AS dari California, Kamala Haris sebagai cawapres.

Setahun yang lalu, senator California itu menonjol setelah menampilkan performa debat yang kuat.

Ia juga melontarkan kritik pedas terhadap saingannya Joe Biden. Namun, pada akhir 2019, kampanyenya terhenti.

Baca Juga: Salip Obama, Biden Pecahkan Rekor Raih Suara Terbanyak Pilpres AS, Kemenangan di Depan Mata

Anggota Demokrat California itu lahir di Oakland, California, dari dua orang tua imigran. Sang ibu kelahiran India dan ayah kelahiran Jamaika.

Setelah orangtuanya bercerai, Harris dibesarkan oleh ibu tunggal beragama Hindu, yang merupakan peneliti kanker dan aktivis hak-hak sipil. Ia tumbuh dengan memeluk kebudayaan India. 

Kamal Haris juga sempat berkuliah di Howard University, salah satu perguruan tinggi dan universitas kulit hitam terkemuka di AS. 

Baca Juga: Trump Tuding Pilpres AS Curang, Media Amerika Serikat: Kami Menyiarkan Kebenaran!

Pengalaman itu ia gambarkan sebagai salah satu yang paling membentuk dirinya.

Harris mengatakan bahwa ia selalu nyaman dengan identitasnya dan hanya menggambarkan dirinya sebagai "orang Amerika".

Pada 2019, dirinya mengatakan kepada Washington Post bahwa politisi tidak perlu masuk ke dalam satu kategori karena warna kulit atau latar belakang mereka.

Baca Juga: Hore! BLT Subsidi Gaji Cair Hari Ini, Hanya Untuk Rekening Bank Ini, Segera Cek

Setelah empat tahun di Howard, Harris mendapatkan gelar hukumnya di Universitas California, Hastings, dan memulai karirnya di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.

Ia menjadi jaksa wilayah - jaksa tertinggi - untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai perempuan pertama dan orang Afrika-Amerika pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pejabat penegak hukum tertinggi di negara bagian terpadat di Amerika itu.

Dalam dua periode masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu bintang Partai Demokrat yang sedang naik daun.

Baca Juga: Masih Ada Waktu, Simak Cara Daftar dan Cek BLT BPUM UMKM Rp2,4 Juta Hanya Pakai KTP

Momentum ini digunakannya untuk mendorong pemilihannya sebagai senator junior AS di California pada tahun 2017.

Sejak pemilihannya menjadi Senat AS, mantan jaksa penuntut itu mendapatkan dukungan dari kaum progresif karena pertanyaan pedasnya terhadap calon Mahkamah Agung saat itu Brett Kavanaugh dan Jaksa Agung William Barr dalam sidang-sidang penting di Senat.

Pada bulan Maret, Harris mendukung mantan wakil presiden tersebut, dengan mengatakan dia akan melakukan "segala upaya untuk membantu terpilihnya [Biden] sebagai Presiden Amerika Serikat berikutnya".

Baca Juga: Cek BSU BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 2 Cukup Lewat SMS dan WA, Siapkan Data Berikut

Pencalonan Harris pada tahun 2020 membuat performanya sebagai jaksa penuntut utama California disorot.

Meskipun bersandar ke sisi kiri pada masalah-masalah seperti pernikahan gay dan hukuman mati.

Dia menghadapi serangan berulang-ulang dari kaum progresif karena dianggap tidak cukup progresif, dan menjadi subyek opini editorial oleh profesor hukum Universitas San Francisco, Lara Bazelon.

Baca Juga: Diambang Kekalahan, Trump 'Marah-Marah' Ajukan Gugatan, Massa Rusuh

Pada awal masa kampanye, Bazelon menulis bahwa Harris sering menghindari pertempuran progresif yang melibatkan isu-isu seperti reformasi polisi, reformasi narkoba dan penuntutan yang salah. 

Haris yang mendeskripsikan diri sebagai "penuntut progresif" mencoba memperlihatkan ia lebih condong ke kiri dengan mengharuskan beberapa agen khusus Departemen Kehakiman California, lembaga negara pertama yang mengadopsi aturan itu, untuk mengenakan kamera di badan.

Ia juga meluncurkan database yang memungkinkan publik melihat statistik kejahatan-tetapi dia masih gagal mendapatkan daya tarik.

Baca Juga: Waspada! Permen Jelly Mengandung Ganja Beredar, Sasar Anak-Anak

"Kamala adalah seorang polisi" menjadi kalimat yang umum digunakan dalam kampanye, hal yang merusak upaya Harris untuk memenangkan basis Demokrat yang lebih liberal selama pemilihan pendahuluan.

Tetapi kredensial penegakan hukum yang sama itu mungkin terbukti bermanfaat dalam pemilihan umum mengingat Demokrat perlu memenangkan pemilih independen dan pemilih yang lebih moderat.

Sekarang, ketika AS bergumul dengan masalah rasial dan ada sorotan terkait kebrutalan polisi, Harris berada di garis depan untuk memperkuat suara kelompok progresif.

Baca Juga: BLT BPJS Gelombang 2 Mulai Cair, Sejumlah Penerima 'Menangis' Gagal Dapat Kembali Karena hal Ini

Di Twitter, ia menyerukan penangkapan anggota polisi yang membunuh Breonna Taylor, seorang perempuan Afrika-Amerika berusia 26 tahun dari Kentucky dan dia sering berbicara tentang perlunya membongkar rasialisme sistemik di negara itu.

Ketika ada dorongan progresif untuk menghentikkan anggaran untuk kepolisian dan mengalihkannya ke program sosial - yang ditentang oleh Biden, Harris menyerukan untuk "menata ulang" keamanan publik.

Harris sering mengatakan bahwa identitasnya membuatnya cocok untuk mewakili mereka yang terpinggirkan.

Baca Juga: Dituding Lakukan Kecurangan, Joe Biden Balik Membalas Donald Trump

Sekarang Biden telah menjadi pasangannya di Pemilu AS, Harris mungkin mendapat kesempatan untuk melakukan lebih dari itu dari dalam Gedung Putih.***

Editor: I GA Putu Yuliani Dewi

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler