Aktivitas Militer Tiongkok Menguat di Laut China Selatan, Filipina Putar Balik Lawan Tiongkok

27 Juli 2020, 05:30 WIB
PRESIDEN Filipina Rodrigo Duterte sedang terlihat kesal.* /AFP via Pikiran Rakyat /

RINGTIMES BALI - Filipina memang sedang diambang kebimbangan dalam isu Laut China Selatan.

Sebagaimana dikabarkan Pikiran-Rakyat.com, negara kepulauan itu awalnya begitu lekat dengan Tiongkok lantaran kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Saking eratnya, perjanjian pertahanan dengan sekutu lama, Amerika Serikat (AS) dilepas begitu saja. Namun, kini mereka berubah pikiran.

Baca Juga: Israel Berencana Caplok Tepi Barat, Indonesia Komit Dukung Palestina

Semua bermula dari pernyataan tegas lewat Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Junior pada Selasa 12 Juli 2020 lalu.

Dalam peringatan empat tahun hasil Mahkamah Internasional di Den Haag itu, ia mengimbau Tiongkok patuhi semua keputusan arbitrase.

"Hasil ini tak bisa dinegosiasikan lagi," tegas Teodoro dalam pernyataan resmi.

Baca Juga: Tragis, Ibu Bawa Anaknya Satu Tahun Tewas Tergilas Ban Truk Meninggal di TKP

Kini, Filipina semakin jauh bahkan digadang-gadang akan 'putar balik'. Pengamat pun mengatakan 'periode emas' Manila-Beijing telah berakhir.

Seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com "Tiongkok Ingkar Janji, Filipina Cepat-cepat Putar Balik Beri Perlawanan demi Laut China Selatan", yang dikutip dari South China Morning Post.

Aktivitas militer Tiongkok yang menguat di Laut China Selatan menjadi penyebab langkah 'mundur' Filipina.

Baca Juga: [Update Covid-19] di Bali Positif Tambah 43 Lagi-lagi dari Transmisi Lokal, Total 3.157 Orang

Bukan hanya soal agresivitas Beijing, janji-janji negara komunis itu ternyata hanya terasa seperti angin lalu.

Manila diiming-imingi banyak investasi, namun tak semuanya benar-benar direalisasikan.

Publik Filipina semakin suram ketika melihat bagaimana Tiongkok dinilai kurang bertanggung jawab pada penyebaran virus corona Covid-19.

Baca Juga: Pernah Sakit Kepala Di Bagian Belakang Mata? Anda Harus Tahu Penyebabnya!

Demi menyelamatkan bagian mereka di Laut China Selatan, Filipina pun buru-buru membangun dermaga di Pulau Thitu, Kepulauan Spratlys.

Dengan dermaga tersebut, Duterte bisa memperbaiki lapangan terbang kecil yang sempat ditunda oleh pendahulunya, Presiden Benigno Aquino III.

Keputusan Benigno diambil demi menunggu hasil Mahkamah Internasional terhadap sengketa Laut China Selatan.

Baca Juga: Kasus Djoko Tjandra Bikin Pening, ICW Desak DPR Gunakan Hak Angket

Hasilnya, negara-negara Asia Tenggara lebih berhak daripada Tiongkok dengan Nine Dash Line-nya.

Langkah terakhir dari Duterte ini menjadi 'putaran balik paling tajam' selama kepemimpinannya sejak empat tahun lalu.

Duterte berkali-kali menegaskan bahwa dirinya seorang sosialis tulen yang membenci AS sembari mengesampingkan banyak pencapaian dari pendahulunya.

Baca Juga: Benarkah Rencana Pernikahan Tahun Depan, Melatarbelakangi Nekatnya Yodi Prabowo Untuk Bunuh Diri?

Semua demi mendapatkan investasi Tiongkok yang sedang 'diobral' kepada negara-negara berkembang.

Pria yang dikenal keras itu telah enam kali ke Tiongkok untuk memastikan realisasi janji-janji untuk pembangunan Filipina.

Sayangnya, tak banyak yang akhirnya terbangun dan mendapat pujian publik. Kebanyakan masih terpampang di papan wacana saja.(Mahbub Ridhoo Maulaa/Pikiran-rakyat.com)

 

 

 

Editor: Triwidiyanti Prasetiyo

Sumber: Pikiran Rakyat South China Morning Post

Tags

Terkini

Terpopuler