Demi Keamanan Nasional, Amerika Serikat Resmi Larang penggunaan Tiktok

7 Desember 2022, 18:29 WIB
Ilustrasi Demi Keamanan Nasional, Amerika Serikat Resmi Larang penggunaan Tiktok /Pixabay/Antonbe

RINGTIMES BALI - Aplikasi TikTok Resmi dilarang penggunaanya di negara bagian Maryland, Amerika Serikat.

Penggunaan Platform TikTok atau sejenisnya yang berbasis di China maupun Rusia dilarang dengan alasan keamanan nasional.

Larry Hogan selaku Gubernur Maryland mengatakan bahwa langkah yang harus ditempuh untuk mengatasi resiko keamanan siber ialah pembatasan penggunaan platform terebut.

Baca Juga: Korea Utara Ancam Luncurkan Artileri Lagi Usai Latihan Gabungan Korsel dan AS

Melihat bahwa Rusia dan China sebagai negara saingan Amerika Serikat jadi tak heran kewaspadaan atas ancaman serangan siber perlu diperketat.

Tidak jarang pula pihak china dan Rusia melancarkan serangan siber ke institusi dan warga sipil di Amerika serikat.

Merespon serangan siber dari China dan Rusia, Larry Hogan selaku Gubernur Maryland berkata demikian.

Baca Juga: 8 Perusahaan dengan Profit Tertinggi di Dunia, Arab Saudi Berada di Puncak

“mungkin tak ada ancaman yang lebih besar terhadap keselamatan pribadi dan keamanan nasional kita dari  pada kerentanan dunia maya yang mendukung kehidupan kita sehari-hari,” ujarnya.

Dilansir dari laman pbs pada 7 Desember 2022, Larry Hogan berpendapat bahwa platform dari china ataupun Rusia baik TikTok ataupun yang lain akan dapat memicu kerentanan keamanan nasional.

Adanya platform TikTok dapat menjadi alat mata-mata bagi pemerintah, mengumpulkan informasi yang sifatnya sensitif, privasi dan rahasia.

Baca Juga: Berikut 5 Produk Finlandia yang Diimpor Oleh Indonesia

“Untuk mencegah hal itu kami melindungi sistem dan mengeluarkan arahan darurat terhadap sektor asing., serta organisasi yang berusaha melemahkan dan memecah belah kita,”ungkap Larry Hogan.

Sebagai bentuk keamanan siber nasional para pejabat di beberapa negara bagian Amerika serikat melarang aparatur sipil disetiap lembaga dan formasi untuk menggunakan platform TikTok.

Larangan terebut dilakukan dibeberapa negara bagian seperti di wilayah South Dakota, California serta pihak angkatan bersenjata AS.

Baca Juga: Pertahanan Jangka Panjang, PM Kishida Fumio dan Dua Pejabat Lain Lakukan Hal Ini

Sejalan dengan Larry Hogan, Holden Triplet selaku eks anggota biro investigasi federal (FBI) menaggapi demikian.

“ini adalah resiko bahwa sebagian besar pemerintah mulai menyadari bahwa itu tidak layak diambil,” ungkapnya.

Terkait tentang platform TikTok yang diklaim sebagai alat mata-mata china kepada pemerintah negara lain.

Baca Juga: Diduga Terdapat Suku Cadang Kanada di Drone Iran, PM Justine Tredeau: Masih Tahap Investigasi

Muncul berbagai perdebatan terkait apakah china secara aktig menggumpulkan informasi data TikTok.

Merespon tanggapan itu, Holden Triplet menjelaskan bahwa TikTok merupakan aplikasi yang perusahaanya berlokasi di China.

Pemilik TikTok bernama ByteDance sehingga menimbulkan kerentanan yang jelas.

Baca Juga: Korea Utara Ancam Luncurkan Artileri Lagi Usai Latihan Gabungan Korsel dan AS

Bagaimanapun mereka harus mematuhi permintaan keamanan dan intelijen China untuk menyerahkan data.

Data yang diserahkan baik informasi lokasi maupun kontak karyawan.

Pada tahun 2020, ByteDance selaku pemilik TikTok memindahkan perusahaan ke Singapura.

Juru bicara perusahaan TikTok, Jamal Brown mengkhawatirkan stigma perusahaan yang menyebarkan informasi ke publik.

Baca Juga: Perebutan Tahta dan Tanda Kiamat, Begini Tanggapan Pengamat HI Yon Machmudi

Pada paparanya TikTok senang bertemu dengan berbagai pemangku kebijakan disetiap negara.

Namun,  kami (perusahaan) merasa kecewa jika berbagai lembaga di sebuah negara menggunakan TikTok untuk membangun komunitas dan terhubung dengan konstituen tidak lagi memiliki akses ke platform.

Senada dengan tanggapan Jamal Brown, Venessa Pappas selaku Chief Operating Officer mendukung demikian.

Kami perusahaan menjaga serta melindungi secara ketat dan rahasia  informasi dan data para pengguna. Dan pihak China pun tidak memiliki akses ke Platform tersebut.***

 

Editor: Annisa Fadilla

Tags

Terkini

Terpopuler